Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meningkatkan target serapan garam lokal oleh sektor manufaktur untuk periode Agustus 2020 - Juli 2021.
Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono mengatakan peningkatan tersebut mengingat persediaan garam di dalam negeri cukup besar. Selain itu, lanjutnya, tahun depan diramalkan akan terjadi akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Target naik menjadi 1,2 juta ton dari tahun sebelumnya hanya 1,1 juta ton," katanya kepada Bisnis, Selasa (6/10/2020).
Berdasarkan data Kemenperin, realisasi penyerapan garam lokal oleh sektor manufaktur hanya mencapai 1,04 juta ton. Dengan kata lain, realisasi penyerapan garam periode Agustus 2019 - Juli 2020 hanya 95 persen dari target.
Fridy menilai tidak tercapainya target tersebut disebabkan oleh volume produksi industri pengguna garam yang lebih rendah secara tahunan pada semester I/2020. Menurutnya, penyebab utamanya adalah penetapan protokol pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Seperti diketahui, garam lokal yang diserap pabrikan mayoritas diserap oleh industri pengasinan ikan, Maka dari itu, protokol PSBB membuat penggunaan garam oleh industri pengasinan ikan berkurang lantaran aktivitas di pasar dan pabrikan berkurang.
Baca Juga
Fridy menilai pengurangan konsumsi tersebut juga disebabkan oleh berkurangnya mobilitas arus barang akibat PSBB. Namun demikian, Fridy tidak begitu kecewa dengan proyeksi serapan garam yang tidak mencapai target tersebut.
Seperti diketahui, Kemenperin memfasilitasi penandatanganan nota kesepahaman antara petani garam dan industri pengolah garam terkait serapan garam ke sektor manufaktur selama Agustus 2019-Juli 2020. Serapan garam lokal tersebut sedikit meningkat lantaran ada tambahan 20.000—30.000 ton per pelaku industri pengolah garam pada periode 2019—2020.
Harga yang ditetapkan dalam nota kesepahaman tersebut lebih mahal dari garam impor. Tarif garam impor umumnya berada di kisaran US$50—US$55 atau sekitar Rp740.250 (kurs Rp14.100) per ton, sedangkan harga garam lokal berada di kisaran Rp1 juta—Rp1,5 juta per ton.
Namun demikian, Fridy mencatat ada penambahan serapan pada periode tersebut sekitar 500.000 ton oleh pelaku industri kecil dan menengah (IKM) tekstil dan penyamakan kulit.
Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam (AIPGI) Toni Tanduk meramalkan penyerapan garam pada periode Agustus 2020 - Juli 2021 tidak akan jauh dari 1 juta ton. Pasalnya, serapan garam pada tahun ini terganggu pandemi Covid-19 dan cuaca buruk.
"Industri mana yang tidak turun [utilisasinya] selama [pandemi] Covid-19? [Lalu] produksi garam lokal tahun ini juga berapa? Ini baru awal Oktober sudah hujan," katanya.
Namun demikian, Toni berujar pihaknya dapat memenuhi target serapa 1,2 juta ton jika kondisi ekonomi membaik.