Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah pelaku industri lebih memilih kelancaran di sektor perdagangan demi mencapai pemulihan yang lebih optimal pada 2021.
Iklim perdagangan dan akses pasar yang terjamin dipandang secara otomatis akan membuka lahirnya investasi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengemukakan perdagangan alas kaki Indonesia cenderung mencatatkan kondisi yang positif selama pandemi.
Hal ini tecermin dari kinerja ekspor yang sampai November 2020 mencapai US$4,34 miliar atau naik 7,43 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019. Produk sepatu menempati peringkat ke-10 ekspor nonmigas terbesar.
Meski kinerja cenderung positif, Firman mengatakan industri sepatu Tanah Air menghadapi tantangan persaingan akses pasar ke negara-negara destinasi utama seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Pesaing utama Indonesia yakni Vietnam disebut Firman memiliki kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan tergabung dalam Trans-Pacific Partnership, kesepakatan perdagangan regional yang sempat diikuti Amerika Serikat.
Baca Juga
“Dari situ mereka punya bea masuk yang lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia. Karena itu Indonesia-EU CEPA dan limited trade deal yang diusulkan ke AS perlu dilanjutkan,” kata Firman, Selasa (26/1/2021).
Dikuncinya kesepakatan dagang dengan negara-negara tujuan ekspor utama produk sepatu bakal secara otomatis mendorong lahirnya investasi di persepatuan karena ada jaminan pasar yang bisa dimasuki. Dari aktivitas industri alas kaki, Aprisindo mencatat serapan tenaga kerja mencapai 900.000 orang pada masa sebelum pandemi.
“Investasi untuk alas kaki akan datang sendirinya ketika order itu datang. Permintaan yang krusial adalah dari pasar besar yakni dari Uni Eropa dan Amerika Serikat,” kata dia.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengemukakan pembenahan tata niaga di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi hal yang krusial mengingat aktivitas manufaktur amat tergantung pada kondisi pasar.
Dengan regulasi yang ada saat ini, dia menyatakan industri tekstil kerap dibayangi ancaman invasi produk impor.
Seperti diketahui, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) memiliki tiga titik rantai pasok yakni serat dan benang, kain, dan garmen. Jemmy mengatakan pembenahan tata niaga harus mencakup pengawasan pada importasi bahan baku yang harus murni dilakukan oleh perusahaan produsen yang dibuktikan dengan Angka Pengenal Importir Produsen (API-P).
“Orang mau investasi kalau pasarnya ada. Dengan demikian yang kami harapkan tata niaga dikelola lebih baik,” kata Jemmy.
Data yang dihimpun API menunjukkan bahwa surplus perdagangan TPT sampai Oktober 2020 mencapai US$3,5 miliar, angka ini lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang berada di angka US$3 miliar.
Ekspor secara keseluruhan mengalami penurunan dari US$10,78 miliar pada Januari sampai Oktober 2019 menjadi US$8,84 miliar pada Januari sampai Oktober 2020. Penurunan impor diikuti oleh turunnya impor dari US$7,78 miliar menjadi US$5,29 miliar.
Di sisi lain, kontribusi TPT terhadap produk domestik bruto (PDB) per kuartal III mencapai 1,21 persen. Angka ini sama dengan tingkat kontribusi TPT pada 2015, namun turun dibandingkan dengan besaran kontribusi sepanjang 2019 yang mencapai 1,26 persen.