Bisnis.com, JAKARTA - Online single submission (OSS) sebagai sistem yang mengintegrasikan seluruh pelayanan perizinan usaha secara elektronik dibuat untuk mempermudah proses pengajuan. Akan tetapi yang terjadi malah sebaliknya.
Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa para pemerintah kota (pemkot) di Tanah Air khawatir karena sistem tersebut bisa membuat daerah menjadi mundur.
Bima yang juga Wali Kota Bogor merasakannya. Sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) miliknya melalui mall pelayanan pelayanan publik bekerja dengan baik.
Semua tanda tangan izin ada padanya dan pemohon hanya cukup datang ke PTSP. Pola ini menjadi rujukan pemkot. Akan tetapi saat ada OSS malah seperti ke sistem lama.
“Karena kembali ke dinas tata ruang, yaitu ke PUPR [Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat]. Padahal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah merekomendasikan satu pintu. Rekomendasinya dinas inilah ruang korupsi dan gratifikasi,” katanya saat diskusi dengan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang disiarkan virtual, Senin (10/5/2021.
Bima menjelaskan bahwa bukan hanya Bogor, daerah lainnya merasa OSS membuat kinerja menjadi mundur. Jika dengan sistem yang ada proses izin 14 hari, dengan OSS bisa 28 hari.
Baca Juga
Masalah lain terkait OSS adalah amanat Peraturan Pemerintah No. 21/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Di situ isinya Menteri Bahlil harus mengintegrasikan rencana detail tata ruang (RDTR) ke OSS.
Menurut Bima, ini adalah masalah besar. Saat ini, baru ada 39 RDTR yang terintegrasi dengan OSS. Padahal, satu kota bisa memiliki 5 RDTD. Sementara Indonesia memiliki lebih dari 500 kabupaten/kota.
“Jadi kalau mau tata ruang sebagai pintu gerbang investasi, pembenahan yang harus dilakukan banyak sekali,” jelasnya.