Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan memangkas harga gas di hulu diyakini dapat membuat investasi minyak dan gas bumi (migas) di dalam negeri semakin menarik, karena mempertahankan keekonomian yang dibutuhkan untuk pengembangan wilayah kerja.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini menerbitkan beleid tentang pengguna dan harga gas bumi tertentu di bidan industri.
Menteri ESDM menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 134.K/HK.02/MEM.M/2021 menggantikan Kepmen ESDM Nomor 89 K/10/MEM/2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Dalam beleid itu, Menteri ESDM menetapkan pengguna dan harga gas bumi tertentu di bidang industri yang tercantum dalam lampiran aturan tersebut.
Pemerintah juga menetapkan harga gas bumi tertentu yang terdiri atas volume gas bumi, penyesuaian terhadap komponen harga gas bumi, serta tarif penyaluran yang terdiri atas biaya transportasi dan biaya midstream gas bumi.
Dalam Kepmen tersebut, pemerintah menyesuaikan sejumlah harga gas bumi dari sejumlah wilayah kerja hulu, di antaranya adalah PT pertamina EP Cepu - Lapangan JTB dari US$6,7 per MMbtu menjadi US$6,10 per MMbtu.
Kemudian gas dari WK Madura Strait - Lapangan MAC dari US$7 per MMbtu menjadi US$5,5 per Mmbtu, dan WK West Madura Offshore dari US$7,66 per MMbtu menjadi US$6,8 per Mmbtu.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan bahwa harga yang diturunkan pada dasarnya adalah pada pengguna gas akhir, sedangkan keekonomian yang dibutuhkan untuk mengembangkan lapangan tetap dipertahankan.
“Dengan demikian pengembangan itu akan menarik bagi investor,” katanya dalam paparan kepada media, Rabu (18/8/2021).
Dia menegaskan, penyesuaian harga yang dilakukan pemerintah tidak akan berdampak kepada keekonomian proyek lapangan migas. Pasalnya, penyesuaian itu tidak memangkas bagian dari kontraktor.
“Pemerintah yang akan menurunkan bagian pemerintah agar harga ke gas akhir lebih murah,” jelasnya.