Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia, industri pengolahan nonmigas atau manufaktur berkontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 17,34 persen.
Namun, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa masih diperlukan upaya keras untuk membangun kemandirian dan mengerek daya saing industri.
"Industri yang maju dan berdaya saing bermakna bahwa industri manufaktur dalam negeri memiliki daya saing global, menguasai pasar internasional, dan mengedepankan aspek keberlanjutan," ujarnya dalam acara Bisnis Indonesia Awards 202, Rabu (15/9/2021).
Agus sebelumnya membidik kontribusi manufaktur sebesar 20 persen terhadap PDB pada 2024.
Sementara itu, sejumlah program digalakkan untuk mencapai tujuan kemandirian dan daya saing. Pertama, substitusi impor sebesar 35 persen pada tahun depan.
Sementara substitusi impor di sejumlah sektor utama seperti kimia, farmasi, tekstil, dan agro berkisar 18-21 persen saat ini, sisanya akan diupayakan tercapai pada 2022.
Kedua, program peningkatan penggunaan produk dalam negeri, yang juga selaras dengan kewajiban pemenuhan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) oleh industri. Ketiga, penghiliran sumber daya alam menjadi produk yang bernilai tambah.
Adapun untuk upaya mewujudkan industri yang maju dan berdaya saing, Agus mengatakan pihaknya telah mencanagkan empat program, antara lain, making Indonesia 4.0, industri hijau dan industri biru, stimulus produksi dan daya beli, dan implementasi non tarif barrier.
"Industri manufaktur dalam negeri tidak boleh tergantung pada sumber daya luar negeri. Di samping itu, produk-produk industri manufaktur dalam negeri mesti menjadi ‘tuan’ di negeri sendiri," ujarnya.