Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

India Ikut Alami Krisis Energi, Senasib dengan China?

India belum pernah mengalami krisis serupa sejak empat tahun terakhir.
Orang-orang antre di luar pusat perbelanjaan, Mumbai, India, Rabu (11/8/2021) untuk menerima vaksin Covid-19. India telah memberikan lebih dari 500 juta dosis vaksin Covid-19 selama upaya inokulasi massalnya./Antara-Reuters
Orang-orang antre di luar pusat perbelanjaan, Mumbai, India, Rabu (11/8/2021) untuk menerima vaksin Covid-19. India telah memberikan lebih dari 500 juta dosis vaksin Covid-19 selama upaya inokulasi massalnya./Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — India menghadapi ancaman krisis energi di tengah pasokan batu bara ke negara itu menipis setelah produksi internasional turun drastis pada 2021.

Krisis ini belum pernah dihadapi negara itu sejak empat tahun terakhir. Batu bara menjadi bahan baku energi terbesar untuk negara itu mencapai 70 persen dibandingkan dengan pembangkit lainnya.

Bloomberg melaporkan bahwa perusahaan tambang milik negara Coal India Ltd telah mengerahkan lebih banyak pasokan kepada utilitas domestik. Perusahaan juga mengurangi pengiriman ke konsumen lain termasuk pada pabrik aluminium, semen dan baja.

Di sisi lain untuk mengurangi tekanan krisis, pemerintah India memutuskan untuk membeli batu bara Australia yang telah terdampar di pelabuhan China sejak tahun lalu.

Bahan bakar tersebut dibeli dengan potongan harga antara US$12 hingga US$15 per ton untuk pengiriman baru dari Australia. Harga ini merupakan yang paling murah untuk batu bara thermal dari Negeri Kanguru tersebut.

"Pembuat semen India dan pabrik besi spons termasuk di antara pembeli yang menggunakan pasokan untuk menjembatani kekurangan domestik," tulis Bloomberg, dikutip Minggu (3/10/2021).

Sejumlah perusahaan India telah membeli hampir 2 juta ton batubara termal Australia yang telah disimpan di gudang-gudang di pelabuhan-pelabuhan China.

Selain India, sejatinya China telah lebih dulu mengalami krisis energi seiring pemulihan ekonomi dan menghidupkan kembali pabrik-pabrik. Pasalnya pemulihan ini juga menuntut permintaan daya listrik yang lebih tinggi.

Meski masih dirundung kekurangan bahan bakar untuk pembangkit, China bersikukuh untuk tidak menggunakan yang telah dikirim Australia ke negara tersebut. Kondisi ini menggambarkan bagaimana ketegangan yang telah terjadi di antara keduanya.

Perselisihan antara China dan Australia telah membuat 70 kapal dan 1.400 pelaut menunggu untuk menurunkan kargo mereka di luar pelabuhan China sejak bulan Januari. Sebagian besar kapal kemudian menurunkan muatannya atau dialihkan ke tujuan lain.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rayful Mudassir
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper