Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Tiga Pendorong Inflasi 2022 menurut DBS

DBS menilai bahwa kenaikan inflasi turut merespons tekanan dari sisi permintaan.
suasana di salah satu super market di Jakarta, Rabu (9/9/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
suasana di salah satu super market di Jakarta, Rabu (9/9/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — DBS Group Research memperkirakan inflasi Indonesia pada 2022 rata-rata berada di angka 3 persen. Terdapat tiga faktor pendorong kenaikan inflasi dari posisi 2021, mulai dari kebijakan subsidi hingga upaya mengimbangi kenaikan berbagai biaya.

Ekonom Senior DBS Radhika Rao menjelaskan bahwa inflasi indeks harga konsumen (IHK) pada Desember 2021 naik menjadi 1,87 persen dan inflasi inti berada di angka 1,56 persen. Jika dilihat lebih rinci, terdapat kenaikan menyeluruh dalam sub-komponen inflasi, yakni mencakup makanan (3,1 persen), transportasi (1,6 persen), dan utilitas (0,76 persen).

Pada 2021, inflasi rata-rata naik 1,6 persen yang menurut Radhika menunjukkan fungsi peningkatan harga untuk menyeimbangi dampak harga komoditas yang tinggi, serta tekanan harga makanan dan jasa yang terkendali. DBS pun menilai bahwa kenaikan inflasi turut merespons tekanan dari sisi permintaan.

Menurut Radhika, pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2022 rata-rata senilai 3 persen atau masih dalam target Bank Indonesia di kisaran 2 persen—4 persen. DBS menilai bahwa terdapat tiga faktor yang mendorong kenaikan inflasi pada tahun ini dari posisi tahun lalu.

"Kenaikan inflasi 2022 akan dipengaruhi oleh, pertama, reformasi subsidi [jika ada], yaitu penyesuaian tarif bahan bakar dan utilitas," ujar Radhika pada Senin (10/1/2022) melalui keterangan resmi.

Faktor kedua adalah penerapan perubahan pajak, seiring berlakunya Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) kemungkinan akan memengaruhi setidaknya setengah dari inflasi dan berpotensi menyebabkan kenaikan cukai tertentu.

Faktor ketiga adalah langkah produsen dalam meningkatkan harga untuk menyeimbangi berbagai kenaikan biaya. Menurut Radhika, hal tersebut tercermin dari catatan inflasi harga grosir pada 2021.

"[Hal itu] untuk memperkecil selisih antara hasil produksi nyata dan hasil produksi potensial karena aktivitas mulai normal kembali," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper