Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) memproyeksikan cadangan devisa Indonesia tahun ini bakal menurun seiring kinerja ekspor yang lesu.
Ketua Umum GPEI Benny Soetrisno memperkirakan ekspor Indonesia pada 2023 akan turun sekitar 5-7 persen lantaran efek inflasi dari negara importir.
“Agak menurun dibanding tahun 2022, menurunnya sekitar 5 sampai dengan 7 persen,” ucap Benny kepada Bisnis, Selasa (7/2/2023).
Dia mengatakan, dalam catatan GPEI, nilai ekspor Indonesia pada 2022 mencapai hampir US$300 miliar, tertinggi dalam sejarah. Akan tetapi, apabila tahun ini rupiah mengalami pelemahan, hal tersebut bakal menurunkan daya saing ekspor Indonesia.
“Komponen biaya produksi dalam rupiah akan lebih kompetitif sebab rupiah dari hasil ekspor dalam dolar AS,” ucap Benny yang juga Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu.
Adapun, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2023 mencapai US$139,4 miliar, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2022 sebesar US$137,2 miliar. Peningkatan posisi cadangan devisa pada Januari 2023 antara lain dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa.
Baca Juga
Secara year-to-date (YtD) nilai tukar rupiah masih menguat 3,4 persen. Hal itu membuktikan pergerakan rupiah terbilang cukup tangguh dan menjadi yang terbaik di Asia. Selain itu, ekspektasi pergerakan rupiah sepanjang tahun ini diprediksi tidak seburuk tahun lalu, ketika The Fed secara agresif menaikkan suku bunga acuan yang mendorong pergerakan capital outflow.
Alasannya, pengetatan lanjutan The Fed dinilai cukup terukur dan terprediksi oleh pelaku ekonomi dan bank sentral Indonesia. Hal itu dinilai bisa menurunkan intervensi rupiah oleh Bank Indonesia sehingga cadangan devisa pada tahun ini tak terkuras seperti pada 2022.