Bisnis.com, JAKARTA - Malaysia baru-baru ini merevisi besar-besaran harga tarif listrik ramah lingkungan atau green electricity tariff (GET) agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Menteri Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Malaysia, YB Nik Nazmi Nik Ahmad mengatakan bahwa permintaannya masih cukup tinggi.
Nik Nazmi mengungkapkan bahwa permintaan tersebut masih cukup tinggi karena banyak perusahaan yang memiliki komitmen, dengan menjual ke Eropa dan negara lain sehingga bersedia untuk membayar premi untuk energi hijau.
Dia mengutarakan bahwa banyak pusat data yang dibuka di Malaysia dan sangat intensif energi. Malaysia juga berkomitmen kepada pemegang saham mereka.
“Orang-orang mengatakan jika Anda menjual ke negara lain, maka itu tidak akan cukup bagi Malaysia. Tetapi jangan bicarakan negara lain. Maksud saya, kami terbuka untuk negara manapun, tetapi saya pikir ketika berbicara secara umum, itu adalah tentang Singapura,” jelas Nik Nazmi kepada Bisnis di Hotel Grand Mahakam, Jakarta (23/8/2023).
Singapura diketahui memiliki ruang yang terbatas dan merupakan negara maju. Dia mengatakan bahwa Singapura juga membutuhkan energi terbarukan.
Baca Juga
Menurutnya, Singapura diketahui telah berbicara dengan Australia dan ingin membangun kabel bawah laut. Singapura juga telah berbicara dengan Kamboja, dan Sarawak di Malaysia, untuk membangun kabel.
“Jadi kami percaya, selama kami dapat menjual lebih tinggi dari apa yang biasanya kami jual ke pasar Malaysia, tetapi masih lebih rendah dari apa yang mereka miliki, Singapura akan membayar apa yang mereka beli dari Australia atau Kamboja,” jelasnya.
Untuk itu, Nazmi mengatakan bahwa sudah cukup baik bagi Malaysia untuk menggunakan uang tersebut untuk Malaysia.
Nantinya, uang yang Malaysia hasilkan, yakni merupakan premi, dapat digunakan untuk meningkatkan grid-nya yang dinilai sangat penting. Ia memberikan gambaran pada Vietnam, yang sudah banyak menanam banyak tenaga surya namun belum memiliki grid yang siap sehingga mengalami banyak masalah.
Dia juga mengatakan Malaysia siap meningkatkan grid memerlukan biaya yang besar, mengingat pasar di Negeri Jiran tersebut masih belum setinggi Singapura.
“Jadi dengan menggunakan selisih harga, maka kami dapat mengambil keuntungan untuk memperluas energi hijau kami. Jadi itulah latar belakangnya,” jelasnya.
Nik Nazmi juga percaya bahwa dengan mengembangkan power grid Asean, maka dapat memungkinkan perdagangan energi terbarukan ini dilakukan di seluruh Asean.
Dia memberi gambaran jika Indonesia memiliki aset di bidang energi terbaruka dan ada aset yang berlebih maka dapat dijual. Laos juga melakukan hal yang sama. Di sisi lain, dia menilai Kamboja mungkin sedang melakukan hal ini kepada Singapura.
"Malaysia sendiri ingin berada di tengahnya. Kami percaya bahwa ini untuk kepentingan Asean dan misi transisi energi kami. Bukan hanya sebagai masalah, namun juga sebagai sebuah wilayah,” tuturnya.