Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah mengungkapkan tengah mendorong industrialisasi energi baru terbarukan (EBT) melalui energi surya fotovoltaik untuk membidik pasar Amerika Serikat (AS).
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Indonesia memiliki potensi dan peluang tersebut karena pada dasarnya AS akan mulai mengurangi impor dari China, termasuk dalam hal fotovoltaik.
“Indonesia sedang mendorong industrialisasi untuk fotovoltaik, kenapa ini penting? Karena sekarang 95 persen bergantung pada China,” ujarnya dalam HSBC Summit 2023, Rabu (11/10/2023).
Bukan hanya AS, sebelumnya pun negara anggota G7 selain AS, yakni Inggris, Prancis, Italia, Jerman, Kanada, dan Jepang telah sepakat untuk mengurangi ketergantungan rantai pasok dari China.
Melansir dari Solar Industries Energy Asosiation (SIEA), dengan menggunakan fotovoltaik dapat menghasilkan listrik secara langsung dari sinar matahari melalui proses elektronik yang terjadi secara alami pada jenis material tertentu, yang disebut semikonduktor
Secara teknis, elektron dalam bahan ini dibebaskan oleh energi matahari dan dapat diinduksi untuk berjalan melalui sirkuit listrik, menyalakan perangkat listrik atau mengirim listrik ke jaringan listrik.
Baca Juga
Nantinya, melalui EBT ini akan menghasilkan listrik yang dapat dimanfaatkan untuk peralatan elektronik untuk skala kecil maupun komersial
Lebih lanjut, Airlangga melihat bahwa Indonesia memiliki kesempatan untuk mengambil alih pasar tersebut. Terlebih, rencana ini juga dapat melanjutkan kesuksesan dari hilirisasi.
Pasalnya, transformasi ekonomi juga harus mencakup hilirisasi, yang menjadi kunci untuk meningkatkan nilai tambah dalam ekspor.
Berkaca pada nikel, Indonesia juga telah menjadi negara produsen nikel nomor satu dunia dengan mencatatkan ekspor komoditas nikel mencapai US$33,81 miliar pada 2022.
“Ini bisa jadi the second success story setelah baja, kita punya silika, pasir kuarsa, kita bisa membangun industri kaca, karena kaca dan fotovoltaik itu sudah sangat dekat, kita tinggal bangun wafer dan semikonduktor yang relatif sederhana,” tuturnya.
Adapun, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, industri pengolahan menjadi motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam upaya menuju negara maju.
Terlebih, Indonesia memiliki tugas untuk mengerek kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto (PDB) dari posisi saat ini 18 persen, menjadi setidaknya 25 persen pada 2030.
Saat ini Indonesia memiliki target untuk menaikkan dan menjaga pertumbuhan ekonomi di level 6 persen – 7 persen jika ingin menjadi negara maju pada 2045.