Bisnis.com, JAKARTA - Emiten farmasi BUMN PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) dicecar komentar pedas oleh anggota Komisi VI DPR RI atas rencana penutupan lima fasilitas pabrik obat dalam kurun waktu 3-5 tahun ke depan.
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya M Husni mengatakan, langkah Kimia Farma untuk efisiensi pabrik existing sebanyak 10 pabrik menjadi lima pabrik dengan alasan kondisi kerugian membengkak kurang tepat.
"Saya melihat Kimia Farma mempunyai 10 pabrik dan mau ditutup 5, hebat nih Pak, bangun pabrik setengah mati, tetapi meninggalkannya seperti tekan tombol saja," kata Husni dalam RDP Komisi VI DPR RI dengan BUMN Farmasi, Rabu (19/6/2024).
Menurut Husni, alasan penutupan lima pabrik Kimia Farma dalam 5 tahun ke depan justru merupakan langkah inefisiensi. Hal ini melihat kebutuhan obat bagi masyarakat Indonesia yang saat ini mencapai 270 juta penduduk sehingga industri farmasi diharapkan tetap tumbuh.
Tak sampai disitu, Husni juga menyoroti harga obat-obat yang diproduksi di Kimia Farma cukup tinggi dibandingkan harga obat di tempat lainnya.
"Jadi tidak ada alasan Kimia Farma merugi, cuma akibat dari manipulasi keuangan dan sebagainya, ya inilah yang terjadi. Apalagi waktu masa Covid, hampir di seluruh dunia nggak ada industri farmasi yang sakit, Pak," jelasnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Anggota Komisi VI DPR RI Sonny T. Danaparamita mengatakan, pengurangan lima pabrik farmasi akan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan yang berpotensi membuat industri farmasi semakin terpuruk.
"Ada 10 pabrik efisiensi jadi lima, terakhir di paparan akan membangun radiofarmasi. Kami mengaitkan yang tepat itu kebutuhan mana atau sekadar bikin proyek, jangan lah kami diberi peluang untuk menduga-duga yang sebetulnya tidak terjadi," tuturnya.
Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Bio Farma Group Shadiq Akasya mengatakan bahwa efisiensi fasilitas manufaktur yang dimiliki Kimia Farma merupakan bagian dari langkah reorientasi bisnis.
Pihaknya akan melakukan penataan fasilitas produksi dan integrated supply chain serta identifikasi dan eksekusi penataan fasilitas produksi Kimia Farma Group dan penambahan fasilitas baru di Bio Farma.
"Dengan banyaknya pabrik di Kimia Farma sekarang itu ada 10 plant yang ada dan kita akan coba merencanakan untuk seamlining sampai dengan mungkin 3-5 tahun ke depan itu kita harapkan dengan lima pabrik saja sudah cukup jadi beberapa hal supaya optimalisasi dari pabrik ini lebih meningkat," terangnya.
Untuk diketahui, KAEF memutuskan akan melakukan efisiensi pabrik untuk menekan beban perseroan yang kian membengkak. Pasalnya, KAEF masih membukukan rugi bersih Rp1,48 triliun pada 2023 meski pendapatan naik.
Direktur Utama KAEF David Utama mengatakan, mekanisme efisiensi pabrik tersebut nantinya dari 10 pabrik obat milik perseroan yang ada saat ini, akan dirampingkan menjadi lima pabrik.
"Efisiensi pabrik adalah keputusan yang mau tidak mau, suka tidak suka harus diambil. Sebab dari sisi komersial juga masih ada pelemahan, dan biaya non-operasional yang sangat memukul. Ini menjadi salah satu penyebab kinerja terpuruk," ujar David di Jakarta.
Menilik laporan keuangan per 2023, KAEF mencatatkan beban pokok penjualan sebesar Rp6,86 triliun, naik 25,83% dari tahun 2022 yang sebesar Rp5,45 triliun.