Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengungkapkan bahwa jumlah petani di Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya.
Perencana Ahli Madya di Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas, Zulfriandi, menyampaikan terdapat sejumlah alasan mengapa semakin sedikit masyarakat yang menggeluti bidang pertanian. Salah satunya, upah harian yang cukup rendah yakni sekitar Rp55.503 per hari.
“Perbandingan untuk upah hariannya, memang pertanian itu paling bawah, makanya banyak alasan kenapa anak muda itu tergantikan untuk menggeluti bidang petani ini,” kata Zul dalam diskusi pameran teknologi pangan dan pertanian AFTEA 2024, Kamis (8/8/2024).
Alasan lainnya, lanjut Zul, yakni tidak adanya pengembangan karier, penuh risiko, penghasilan yang rendah, tidak dihargai, hingga tidak menjanjikan.
Berdasarkan data World Bank (Bank Dunia) yang dipaparkan Zul, proporsi tenaga kerja nasional untuk sektor pertanian dalam tren penurunan sejak 1976 dan berlanjut hingga 2019. Bank Dunia mencatat, proporsi tenaga kerja di sektor ini hanya sekitar 28,64% di 2019.
Sementara itu, proporsi tenaga kerja nasional untuk sektor jasa dan industri mengalami peningkatan. Sektor jasa misalnya, terus mengalami peningkatan yang signifikan bahkan proporsinya mencapai 48,91% di 2019.
Baca Juga
Demikian halnya sektor industri meski kenaikannya tak signifikan seperti sektor jasa. Bank Dunia melaporkan, proporsi tenaga kerja di sektor industri pada 2019 sebesar 22,45%.
Secara teoritikal, Zul menyebut bahwa kontribusi sektor pertanian menurun seiring majunya suatu negara, sedangkan jasa dan industri akan semakin meningkat.
Kendati begitu, menurunnya jumlah petani tidak sejalan dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Oleh karena itu, Zul menyebut bahwa perlu adanya intervensi dari pemerintah agar jumlah petani di Indonesia tidak semakin menurun.
“Kalau seandainya pemerintah tidak melakukan intervensi dalam hal ini, untuk petani muda ini, itu [jumlahnya] akan terjun bebas,” ungkapnya.
Adapun, salah satu intervensi dari pemerintah adalah mendorong regenerasi petani. Zul menyebut, negara dalam hal ini perlu menumbuhkan semangat generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian.
Selain itu, pola pikir terhadap pertanian perlu diubah, tidak hanya sekedar penyambung hidup tetapi sebagai usaha yang menjanjikan.
“Jadi ini adalah suatu peluang usaha, ini yang kita juga perlu tumbuhkan di mata anak muda,” ujarnya.
Tidak berhenti di situ, Zul menyebut bahwa pemanfaatan agrotech perlu dimasifkan untuk meningkatkan produktivitas, di tengah menurunnya jumlah petani di Tanah Air.
“Karena memang nanti sasarannya anak-anak muda, kita harapkan akrab dengan teknologi, penggunaan IoT dan sebagainya. Ini adalah rencana pemerintah ke depan,” pungkasnya.