Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alasan di Balik Kebangkrutan Tupperware hingga Ajukan Pailit

Tupperware dikabarkan sedang mengajukan kepailitan setelah bertahun-tahun bertahan dengan permintaan yang semakin menurun.
Logo perusahaan Tupperware/Reuters/Sipa USA
Logo perusahaan Tupperware/Reuters/Sipa USA

Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan peralatan rumah tangga Tupperware Brands dikabarkan sedang mempersiapkan pengajuan kepailitan secepatnya pada minggu ini.

Dilansir dari Bloomberg, informasi tersebut didapat dari sumber yang mengetahui soal masalah ini.

Rencana tersebut menyusul upaya perusahaan selama bertahun-tahun untuk bertahan di tengah pelemahan permintaan.

Pihaknya kemudian berencana meminta perlindungan dari pengadilan setelah tidak mampu memenuhi ketentuan utang.

Tupperware juga meminta bantuan dari penasihat hukum dan keuangan, demikian informasi dari sumber yang meminta tidak dipublikasikan identitasnya.

Pada saat yang sama, saham Tupperware terpantau anjlok lebih dari 50% pada perdagangan pukul 03.53 PM waktu New York. Persiapan kepailitan ini menyusul upaya negoisasi yang berlarut-larut antara Tupperware dengan para pemberi pinjaman.

Diketahui, perusahaan ini memiliki utang lebih dari US$700 juta. Para kreditur sepakat pada tahun ini untuk memberikan sedikit ruang bernapas atas persyaratan pinjaman yang dilanggar, tetapi kondisi Tupperware terus memburuk.

Meskipun demikian, rencana pengajuan kepailitan itu belum final dan dapat berubah. Saat dimintai konfirmasi, pihak Tupperware menolak berkomentar.

Adapun melansir dari Reuters, perusahaan juga kesulitan memenuhi kebutuhan dengan adanya lonjakan biaya bahan baku penting seperti resin plastik, serta tenaga kerja, setelah pandemi Covid-19.

Perusahaan produk penyimpanan yang terkenal dengan wadah warna-warni ini pun tak kuasa membendung penurunan penjualan, yang terjadi setelah lonjakan singkat selama pandemi ketika orang lebih banyak memasak di rumah dan beralih ke wadah plastik kedap udara untuk menyimpan makanan.

Pada bulan Agustus, Tupperware telah menimbulkan keraguan besar mengenai kemampuannya untuk mempertahankan kelangsungan usahanya untuk keempat kalinya sejak November 2022 dan mengatakan bahwa mereka menghadapi krisis likuiditas.

Perusahaan ini mencatatkan perkiraan aset senilai $500 juta hingga $1 miliar dan perkiraan kewajiban sebesar $1 miliar-$10 miliar, menurut pengajuan kebangkrutan di Pengadilan Kebangkrutan AS untuk Distrik Delaware.

Lalu sebelumnya di bulan Juni, perusahaan juga membuat rencana untuk menutup satu-satunya pabriknya di AS dan memberhentikan hampir 150 karyawan.

Pada tahun lalu, perusahaan tersebut mengganti Kepala Eksekutif Miguel Fernandez dan beberapa anggota dewan sebagai bagian dari upaya untuk membalikkan keadaan bisnis, dengan menunjuk Laurie Ann Goldman sebagai CEO baru.

Tupperware pada tahun 1946 memperkenalkan produk plastiknya kepada publik setelah pendirinya Earl Tupper menemukan segel kedap udara yang fleksibel. Merek tersebut melejit dan terkenal di Amerika dan sebagian besar dijual melalui 'ibu-ibu' di pinggiran kota.

Perusahaan ini terus beroperasi selama hampir 80 tahun dan sangat bergantung pada penjualan langsung oleh sejumlah besar vendor amatir, dengan jumlah penjual independen yang tercatat dalam pengajuan peraturan mencapai lebih dari 300.000 orang hingga tahun 2022.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper