Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anak Buah Airlangga Soroti Smelter Bauksit di Kalbar Belum Pakai Energi Bersih

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendorong hilirisasi bauksit hingga nikel dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi baru dan terbarukan.
Tumpukan bauksit yang siap diolah di gudang (stockyard) bauksit milik PT Borneo Alumina Indonesia (BAI). Bisnis
Tumpukan bauksit yang siap diolah di gudang (stockyard) bauksit milik PT Borneo Alumina Indonesia (BAI). Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyoroti upaya industri pertambangan, khususnya dalam mendorong hilirisasi mineral mentah bauksit hingga nikel dengan menerapkan transisi ke energi baru terbarukan (EBT). 

Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Dida Gardera dalam agenda Temu Profesi Tahunan (TPT) XXXIII & Kongres XII Perhapi 2024 bertema 'Transisi Energi dan Penerapan ESG di Industri Pertambangan' di Jakarta, Rabu (20/11/2024). 

Dida yang hadir mewakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto itu mengatakan bahwa smelter bauksit di beberapa lokasi masih menggunakan energi fosil batu bara, padahal potensi di wilayah tersebut sangat besar. 

"Pengalaman terkait dengan pembangunan smelter bauksit, memang di beberapa lokasi, ada empat kalau tidak salah yang masih menggunakan energi fosil menggunakan batu bara, terutama di Kalimantan Barat, potensi EBT sangat besar," kata Dida di Jakarta, Rabu (20/11/2024). 

Sebelumnya, Dida mengaku pernah menangani hilirisasi mineral, khususnya bauksit, terutama kaitannya dengan persiapan pelarangan ekspor bahan mentah bauksit sehingga mendorong pembangunan smelter bauksit. Dia tak menampik terdapat tantangan besar dalam transisi energi di sektor tersebut. 

Misalnya, limbah yang dihasilkan dari proses smelter bauksit berupa red mud atau lumpur merah dengan kandungan yang cukup besar. Limbah red mud yang dihasilkan dari proses pemurnian bauksit masih di bawah 50 ppm. 

"Ini belum masuk secara ekonomi, tapi 3-4 tahun yang lalu ternyata sudah 70-90 ppm yang artinya memiliki nilai ekonomi. Red mud itu kan menjadi masalah karena itu masuk ke limbah B3 jadi kalau kita olah kita optimalkan itu seharusnya bisa memberikan dampak ekonomi yang signifikan," tuturnya. 

Kondisi ini memberikan potensi untuk meningkatkan upaya ESG dan bisnis yang berkelanjutan di industri pertambangan. Namun, Dida menuturkan masih perlunya riset dengan skala lebih besar untuk menicptakan pilot dalam pengembangan industri ini. 

Sementara itu, proses hilirisasi bauksit selama ini menemui sejumlah kendala. Adapun, salah satu kendala itu seperti pembangunan smelter yang mandek karena sulitnya pendanaan.

Kementerian ESDM mencatat terdapat sebanyak 12 smelter bauksit yang dikembangkan, tetapi baru empat yang beroperasi. Menurut kementerian tersebut, mandeknya pembangunan smelter itu pun kemudian memicu pemerintah untuk menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih bauksit per 10 Juni 2023.   


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper