Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia menolak wacana pemerintah yang bakal melarang ojek online (ojol) mengonsumsi BBM bersubsidi. Hal ini pun disebut dapat memicu gelombang aksi dari para mitra pengemudi atau driver.
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono mengatakan, tak bisa menerima pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang mengatakan ojol tak akan masuk kriteria penerima subsidi BBM lantaran tak berpelat kuning.
"Jika sampai ojol tidak dapat menerima atau mengisi BBM bersubsidi nanti maka pastinya akan terjadi gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran di seluruh Indonesia untuk memprotes keputusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia ini," kata Igun kepada Bisnis, Kamis (28/11/2024).
Igun menilai hal ini bak ironi. Sebab, pihaknya berharap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini dapat menyejahterakan ojol.
Namun, kata Igun, nyatanya pernyataan Bahlil ini membuat ojol meradang dan siap menurunkan massa dalam jumlah besar. Igun menjelaskan penghasilan tidak seberapa, bahkan sudah menjadi sapi perah dari perusahaan aplikasi, tapi akan diperas lagi oleh pemerintah.
"Di mana hati nurani Menteri ESDM Bahlil kepada rakyat kecil yang berprofesi sebagai ojol," kata Igun.
Igun mengingatkan Bahlil harus melihat kondisi di lapangan. Menurutnya, jangankan untuk membeli BBM nonsubsidi, terkadang untuk mengisi bensin subsidi saja ojol ini harus menukar dengan rasa lapar di jalanan agar sepeda motornya tetap bisa beroperasi.
Dia pun mendesak Bahlil agar membatalkan rencana mencabut subsidi BBM bagi pengemudi ojol atau akan berhadapan dengan gelombang aksi massa ojol di seluruh Indonesia.
"Mohon Presiden Prabowo juga dapat perhatikan hal yang disampaikan Bahlil ini," kata Igun.
Setali tiga uang, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menentang rencana larangan penggunaan BBM bersubsidi bagi ojol. Pasalnya, hal ini akan berdampak luas pada kenaikan harga barang-barang di pasar dan akan memberatkan warga secara umum.
Ketua SPAI Lily Pujiati mengatakan, bila ini terjadi maka dengan sendirinya masyarakat yang menggunakan jasa ojol akan semakin berkurang karena melakukan penghematan akibat kenaikan harga-harga tadi.
"Walaupun nanti kami akan mendapatkan BLT [bantuan langsung tunai], itu sudah terlambat karena dampak harga-harga barang pokok yang sudah naik tadi akibat pencabutan subsidi BBM. Karena pelarangan konsumsi BBM bersubsidi itu sama saja dengan masyarakat termasuk kami harus membayar BBM yang lebih mahal," jelas Lily.
Lily lantas menyinggung bahwa di Indonesia terdapat perusahaan aplikator seperti Gojek, Grab, Maxim, Shopee Food, Lalamove, InDrive, Borzo dan lainnya. Namun, semuanya tidak mengakui para driver sebagai pekerja tetap, melainkan hanya sebagai mitra.
"Platform tersebut tidak pernah menyebutkan angka pasti berapa banyak pengemudi yang bekerja, hanya Gojek yang menyebutkan angka 2 juta plus," imbuh Lily.
Dia menjelaskan, konsumsi per hari BBM di kisaran Rp40.000 bagi roda dua (ojol dan kurir) dan Rp150.000 bagi roda empat. Namun, kata Lily, yang menjadi masalah adalah karena pendapatan driver yang rendah dan tidak pasti.
Menurut Lily, ini akibat dari aplikator yang tidak mengakui driver sebagai pekerja tetap. Oleh karena itu, para driver tidak mendapatkan hak-hak sebagai pekerja seperti yang diatur dalam UU 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan.
"Kami rata-rata hanya mendapatkan 50.000-100.000 per hari bagi roda dua maupun roda empat. Maka itu kami menuntut pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang tidak memberatkan rakyatnya dengan pencabutan subsidi BBM," kata Lily.
"Sebaliknya pemerintah harus segera menerbitkan Permenaker yang melindungi pekerja platform dan UU Ketenagakerjaan yang baru dengan menetapkan kami sebagai pekerja tetap," sambungnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberi sinyal bahwa ojek online atau ojol tak akan diperbolehkan mengonsumsi BBM subsidi.
Hal ini seiring skema penyaluran BBM subsidi baru yang bakal dilakukan secara kombinasi atau blending, berbentuk bantuan langsung tunai (BLT) dan subsidi langsung pada barang.
Adapun, salah satu penerima yang berhak mendapat subsidi BBM pada barang langsung adalah kendaraan berpelat kuning alias transportasi umum.
Oleh karena itu, ojol yang selama ini berpelat hitam tidak masuk kriteria transportasi umum. Bahlil menjelaskan, ojol itu merupakan usaha. Dia menyebut, ada pengusaha yang memiliki sejumlah unit kendaraan bermotor dan menyewakannya kepada masyarakat untuk menjadi ojol.
Dengan fakta tersebut, maka kendaraan untuk usaha sejatinya tak berhak menenggak BBM subsidi.
"Masa yang kayak gini disubsidi? Tetapi kita hitung, yang jelas [subsidi dilakukan secara] bijaksana," kata Bahlil di kediamannya di Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2024).
Kendati demikian, Bahlil menyebut sebagian driver ojol bisa saja mendapat BLT jika yang bersangkutan memenuhi kriteria.
Menurutnya, khusus kriteria penerima BLT nanti akan diambil dari data masyarakat kurang mampu milik Kementerian Sosial, PT Pertamina (Persero), Kemenko Ekonomi, hingga Kemenko Pembangunan Manusia. Selanjutnya, data-data tersebut akan dikonsolidasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
"Jadi selama ini kan kita tidak pernah satu data nih. Nah, kali ini Pak Presiden Prabowo memerintahkan harus satu data terkait dengan saudara-saudara kita yang berhak menerimanya. Maka, BPS yang ditunjuk sebagai komandan dalam rangka penyeragaman data," tutur Bhalil.
Driver Ojol Protes Keras soal Wacana Pembatasan Kriteria Konsumen BBM Subsidi
Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia menolak wacana pemerintah yang bakal melarang ojek online (ojol) mengonsumsi BBM bersubsidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Mochammad Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
2 jam yang lalu
Tancap Gas Berburu Tambahan Dividen Interim Unilever (UNVR)
3 jam yang lalu