Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PPN 12% Khusus Barang Mewah, Ekonom: Keyakinan Konsumen Tetap Kuat untuk Belanja

Ekonom melihat kebijakan PPN 12% untuk barang mewah tidak akan mengganggu masyarakat untuk berbelanja di tengah masih tertekannya daya beli kelas menengah.
Ilustrasi pajak pertambahan nilai (PPN). Dok Freepik
Ilustrasi pajak pertambahan nilai (PPN). Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom melihat di tengah masih tertekannya daya beli kelas menengah, kebijakan PPN 12% khusus barang mewah tidak akan mengganggu masyarakat untuk tetap berbelanja. 

Kepala Ekonom PT Bank Permata Indonesia Tbk. (BNLI) Josua Pardede menyampaikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tentu berpengaruh negatif, utamanya terhadap masyarakat kelas menengah. 

Melalui sinyal objek PPN 12% hanya akan dikenakan terhadap barang mewah—yang selama ini menjadi objek Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)—dampaknya akan terbatas kepada daya beli kelas menengah. 

“Dengan demikian, jika PPN 12% benar-benar hanya akan terbatas pada barang mewah, hal ini tidak akan mengganggu daya beli kelas menengah dan tingkat keyakinannya,” ujarnya, Senin (9/12/2024). 

Josua menyoroti bahwa daya beli kelas menengah masih menjadi permasalahan yang terjadi sepanjang tahun ini. Setidaknya dengan kebijakan PPN 12% barang mewah dapat menjaga daya beli mereka. 

Menurutnya, meski Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per November 2024 yang menunjukkan tingkat optimtisme masyarakat akan kondisi ekonomi meningkat ke level 125,9, namun masih terdapat tantangan daya beli pada beberapa kelompok terutama kelompok aspiring middle income class dan middle income class

Tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, di mana berdasarkan penghasilan, yang mengalami peningkatan keyakinan adalah kelompok pendapatan Rp2,1 juta–Rp3 juta, Rp3,1 juta– Rp4 juta, dan > Rp5 juta. 

Sementara keyakinan kelompok penghasilan Rp1 juta–Rp2 juta dan Rp4,1 juta–Rp5 juta tercatat menurun. 

Di sisi lain, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang menggambarkan ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan, ditopang ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha, sejalan dengan agenda pemerintah yang pro-growth

Josua memandang ekspektasi penghasilan yang hanya turun pada kelompok pendapatan Rp4,1 juta–Rp5 juta, lagi-lagi menunjukkan permasalahan penyusutan jumlah masyarakat kelas menengah. 

Konsumen pun terlihat masih akan terus membelanjakan hasil pendapatannya yang tercermin dari rasio konsumsi terhadap pendapatan pada November 2024 stabil. 

Di mana rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi mencapai 74,4%. Artinya, 74,4% pendapatan digunakan untuk konsumsi. Sementara 10,5% digunakan untuk pembayaran cicilan/utang, dan sisanya untuk tabungan. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper