Bisnis.com, JAKARTA - Nilai ekspor China melonjak pada November 2024 seiring upaya perusahaan-perusahaan Negeri Tirai Bambu itu bergegas mengirim barang ke AS sebelum pemberlakuan tarif baru pada masa Presiden terpilih Donald Trump. Sementara itu, nilai impor secara tak terduga turun sebagai tanda lain dari berlanjutnya pelemahan ekonomi domestik.
Data dari Bea Cukai China pada Selasa (10/12/2024) mencatat, ekspor periode November 2024 naik hampir 7% secara year on year (yoy) menjadi US$312 miliar. Pengiriman ke AS mencapai level tertinggi sejak September 2022, sementara ekspor ke Asia Tenggara melonjak ke rekor, kemungkinan karena perusahaan-perusahaan China bertujuan untuk memproses barang-barang di sana dan kemudian mengirimnya ke AS sebelum 20 Januari, ketika Donald Trump kembali ke Gedung Putih.
Ekspor juga diuntungkan dari perusahaan-perusahaan China yang beralih ke pasar luar negeri untuk menebus permintaan domestik yang lemah. Meski penjualan mereka yang kuat telah menjadi titik terang bagi perekonomian, hal ini juga telah menyebabkan negara-negara untuk menaikkan atau mempertimbangkan hambatan perdagangan terhadap masuknya produk-produk China.
Perekonomian China bergantung pada manufaktur dan ekspor tahun ini, dengan permintaan domestik tetap lemah akibat krisis properti dan rendahnya kepercayaan konsumen. Sebagian besar stimulus pemerintah difokuskan pada produsen dan infrastruktur, terutama di sektor-sektor seperti kendaraan listrik, tenaga surya, dan baterai.
Dengan kembalinya Trump dan ancamannya untuk mengenakan tarif tambahan 10% pada barang-barang dari China, para ekonom mendesak Beijing untuk mengadopsi kebijakan yang lebih berfokus pada konsumen.
Adapun, pemerintah China membuat janji untuk meningkatkan kembali pertumbuhan. Mereka akan melakukan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih proaktif tahun depan untuk memperluas permintaan domestik dan meningkatkan konsumsi.
Baca Juga
Penurunan impor yang tidak terduga menunjukkan lemahnya permintaan China. Tercatat, pengiriman masuk turun hampir 4%, kontraksi terbesar sejak Februari, ketika negara itu sedang berlibur untuk Tahun Baru Imlek.
"Ke depannya, peningkatan impor oleh importir AS atas ekspektasi kenaikan tarif atas barang-barang Cina dapat membuat ekspor tetap bergairah dalam beberapa bulan mendatang — pola yang terlihat sebelum gelombang pertama tarif selama masa jabatan pertama Donald Trump sebagai presiden," kata Ekonom Bloomberg Economist, Eric Zhu dikutip dari Bloomberg.
Dia menuturkan, perekonomian akan membutuhkan dukungan. Penurunan impor yang lebih besar dari yang diharapkan pada bulan November menunjukkan permintaan domestik belum merespons stimulus yang lebih kuat.
Kepala ekonom di Pinpoint Asset Management, Zhiwei Zhang menambahkan, mengingat lemahnya permintaan domestik, seperti yang terlihat pada impor dan data inflasi terkini, pasar dengan cemas menunggu rincian tentang kebijakan yang akan dilakukan pemerintah.
Surplus perdagangan China mencapai US$97,4 miliar pada November, atau tertinggi kedua yang pernah tercatat. Sepanjang tahun ini, China telah membukukan surplus perdagangan sebesar US$327 miliar dengan AS, angka yang kemungkinan akan bertambah dalam beberapa bulan mendatang menjelang tarif.