Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) mengaku sudah kewalahan menghadapi gempuran produk impor elektronik yang memperketat pesaingan di pasar domestik. Kondisi ini juga memicu batalnya relokasi pabrik elektronik dari China ke Indonesia.
Sekjen Gabel Daniel Suhardiman mengatakan relaksasi impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 sudah tidak dapat diantisipasi dampaknya oleh pengusaha elektronik nasional, terlebih proteksi perdagangan Indonesia lemah.
"Sudah tidak bisa ditangani pelaku industri sendiri tanpa proteksi dari pemerintah," kata Daniel kepada Bisnis, Selasa (21/1/2025).
Dia menyebutkan, semula industri China berencana untuk membangun industri elektronik di Indonesia imbas perang dagang China dengan Amerika Serikat. Fasilitas manufaktur tersebut nantinya untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan China itu sendiri.
Kendati demikian, kondisi industri manufaktur dalam negeri saat ini dinilai belum stabil disebabkan minimnya kebijakan proteksi perdagangan di Indonesia.
"Yang pasti rencana relokasi, khususnya dari China, hampir seluruhnya dibatalkan. Terhadap industri dalam negeri, sesuai dengan data PMI, terjadi kontraksi terus," ujarnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Daniel memproyeksi tahun 2025 akan jauh lebih sulit karena turunnya permintaan global terhadap produk elektronik lokal. Apalagi, di China sendiri jugua mengalami penurunan sehingga mencari tujuan ekspor yang lain, salah satunya Indonesia.
Untuk itu, dia berharap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk segera mengevaluasi kebijakan Permendag 8/2024 tentang Pengaturan Impor.
"Tentu saja kami berharap Permendag No 8/2024 bisa dikembalikan ke Permendag No. 36/2023 [menggunakan Pertimbangan Teknis]," terangnya.
Kendati demikian, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengatakan Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi tujuan relokasi di saat Presiden Trump berencana menerapkan hambatan tarif (barrier tariffs) impor baru untuk seluruh produk yang berasal dari Negeri Tirai Bambu.
Menurutnya, ada beberapa sektor usaha yang berpotensi melakukan relokasi karena mengalami kesulitan ekspor dari China ke AS. Sebut saja seperti sektor elektronik, tekstil, alas kaki, dan otomotif.
"Hal ini ditangkap oleh para pelaku usaha di China sebagai sebuah hambatan untuk melakukan ekspor langsung dari China ke AS. Mereka melihat kemungkinan berusaha dengan mencari lokasi-lokasi baru terutama di kawasan Asean, dan merelokasi pabriknya agar bisa langsung melakukan ekspor dari negara-negara produksi," ujar Faisol.