Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPP PDIP Said Abdullah meminta Presiden Prabowo Subianto meninggalkan model ekonomi trickle down effect alias rembesan ke bawah karena hanya memperlebar ketimpangan sosial.
Said melihat sejak Orde Baru hingga kini, pemerintah masih mempercayai model trickle down effect. Model ekonomi itu menyarankan pemerintah memberikan insentif ekonomi bagi kalangan atas.
Asumsinya, jika perekonomian kelas atas tumbuh maka akan membuka lapangan kerja baru sehingga memberikan efek rembesan positif ke kelas bawah.
"Pilihan kebijakan seperti ini menyisakan masalah, sebab laju pertumbuhan ekonomi kelas atas yang mendapat insentif jauh lebih besar dibandingkan golongan menengah bawah. Menengah bawah hanya menerima rembesan ekonomi yang terbatas," ujar Said dalam keterangannya, Kamis (6/2/2025).
Ketua Badan Anggaran DPR itu tidak heran apabila ketimpangan ekonomi masih tinggi seperti yang terlihat dari rasio gini. Dia memaparkan rasio gini di akhir Orde Baru mencapai 0,33.
Paska orde baru hingga kini, rasio gini tidak pernah turun dibawah 0,33, bahkan pernah mencapai 0,437 pada 2013. Sementara sepuluh tahun terakhir, rasio gini di rentang 0,38 hingga 0,40.
Baca Juga
Rasio gini sendiri menghitung tingkat ketimpangan pengeluaran masyarakat. Nilai rasio gini berada di antara 0 dan 1, semakin tinggi nilainya berarti semakin tinggi ketimpangan.
"Dengan demikian pekerjaan rumah kita ada dua hal. Pertama keluar dari jebakan pertumbuhan lima persenan. Kedua, mengoreksi pertumbuhan ekonomi dengan model rembesan ke bawah," katanya.
Said pun mengapresiasi kebijakan Presiden Prabowo yang melakukan efisiensi belanja negara hingga Rp306,69 triliun untuk tahun anggaran 2025. Dia berharap, hasil penghematan tersebut difokuskan untuk membiayai program strategis seperti perbaikan gizi anak, kesehatan, pendidikan, kemandirian pangan, dan energi.
Said mencontohkan pemerintah punya program makan bergizi gratis. Dia menekankan pentingnya program tersebut dijalankan lebih inklusif.
Oleh sebab itu, pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di tiap tiap wilayah harus dilibatkan namun tetap dengan standar produk dan layanan yang telah ditetapkan.
"Langkah ini bisa menjadi penggerak kebangkitan UMK yang berjumlah lebih dari 65 juta, serta mendongkrak daya beli menengah bawah yang terus menurun sejak paska pandemi," jelasnya.
Sejalan dengan itu, sambungnya, pemerintah harus mendukung petani hingga peternak yang menopang program makan bergizi gratis seperti lewat pemberian subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Said juga mendukung rencana Prabowo untuk mengkonsolidasikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lewat pembentukan super holding Danantara. Menurutnya, Danatara bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi sebab memungkinkan pengelolaan investasi strategis yang membangkitkan industri nasional.
"Namun sasarannya harus fokus, yakni pengelolaan sumber daya alam menjadi barang industri yang menjadi rantai pasok global," ucapnya.
Dia meyakini jika APBN dan BUMN dapat terorganisasi dengan baik maka pertumbuhan ekonomi bisa keluar dari jebakan 5% dan ditopang oleh para pelaku ekonomi arus bawah hingga menengah.
"Dengan sendirinya pertumbuhan ekonomi kita jauh lebih inklusif," tutup Said.