Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara bisa menjadi solusi bagi pendanaan hilirisasi.
Hal ini tak lepas dari Danantara yang bakal fokus menyasar 20 proyek nasional. Beberapa di antaranya, hilirisasi nikel, bauksit, dan tembaga.
Adapun, Danantara memiliki dana modal kelolaan mencapai US$900 miliar atau sekitar Rp14.715 triliun (asumsi kurs Rp16.350 per dolar AS). Badan itu juga memiliki initial funding atau pendanaan awal yang diproyeksi mencapai US$20 miliar.
Ketua Umum Kadin Kalimantan Barat Arya Rizqi Darsono memandang Danantara sebagai jalan keluar dari kesulitan pembiayaan proyek hilirisasi.
Mantan Ketua Komite Tetap Minerba Kadin itu mencontohkan, banyak proyek smelter di Kalimantan Barat yang mandek lantaran masalah pembiayaan. Dia pun menegaskan bahwa kendala pembangun smelter selama ini sejatinya bukan karena masalah lahan ataupun sumber daya.
"Jadi justru harapan kami, ini [Danantara] bisa menjadi salah satu solusi dalam pendanaan untuk hilirisasi. Karena hilirisasi itu kami percaya adalah salah satu kunci dalam kekemajuan ekonomi Indonesia," kata Arya kepada Bisnis, Selasa (25/2/2025).
Baca Juga
Dia pun menilai dengan investasi dari Danantara, hilirisasi nikel, bauksit, dan tembaga bisa berkembang lebih jauh, yakni ke arah industrialisasi.
Menurutnya, hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah harus terus dikembangkan menuju industrialisasi. Dengan begitu, Indonesia bisa menjadi negara maju.
"Karena kalau kita mau bicara sebagai negara maju ya, kita harus sebagai negara industri bukan hanya sebagai negara konsumen lagi," imbuh Arya.
Lebih lanjut, Arya mengatakan, penyaluran investasi ataupun dorongan Danantara untuk proyek hilirisasi itu bisa dilakukan dengan partnership BUMN terhadap swasta.
Dia mencontohkan kelak pelaku usaha pertambangan bauksit yang menyiapkan sumber daya dan cadangan. Sementara itu, BUMN yang akan menyiapkan untuk hilirisasinya.
Arya menyebut, PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI) saat ini hanya bisa mengolah 3 juta ton bauksit per tahun. Sementara itu, produksi bauksit secara nasional mencapai 27 juta ton per tahun.
Namun, setelah ada pelarangan ekspor, kini kapasitas pemrosesan PT BAI naik menjadi 14 juta ton per tahun. Artinya, masih ada 10 juta ton bauksit yang belum terolah.
Arya pun berharap dengan kehadiran Danantara, akan ada perusahaan baru seperti PT BAI. Dengan begitu, seluruh produksi bauksit RI bisa terolah, khususnya dari penambang lokal.
"Nah, ini justru harapannya setelah ini [Danantara] akan muncul lagi Borneo Alumina Indonesia selanjutnya, gitu kan, yang akan membangun untuk hilirisasi bauksit," katanya.