Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memastikan akan melanjutkan proyek pengolahan dimethyl ether (DME) secara mandiri tanpa melibatkan investor asing.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno menyatakan bahwa proyek ini akan dibiayai langsung oleh pemerintah melalui skema pendanaan yang telah disiapkan.
"Nantinya proyek ini akan dibiayai oleh pemerintah, bukan penugasan [kepada pihak tertentu]," ujar Tri Winarno kepada Bisnis di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/3/2025)
Terkait pelaksana proyek, Tri menjelaskan bahwa pengerjaan DME ini akan melibatkan kerja sama antara berbagai pihak di dalam negeri tanpa dominasi satu perusahaan tertentu.
Dia pun membantah bahwa proyek ini hanya akan dilaksanakan melalui penugasan ke PT Bukit Asam Tbk (PTBA), tetapi nantinya pemerintah akan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait. Sayangnya, Tri tidak memerinci pihak mana saja yang dimaksud
Meskipun belum ada jadwal pasti mengenai kapan proyek ini akan dimulai, Tri memastikan bahwa pelaksanaan akan dilakukan dalam waktu dekat.
Baca Juga
"Belum [ada tanggal pastinya], tetapi dalam waktu dekat [akan segera dijalankan]," jelasnya.
Tri juga menegaskan bahwa proyek ini tidak akan melibatkan investor luar negeri, sehingga Indonesia dapat lebih mandiri dalam mengelola sumber daya alamnya.
"Tidak, tidak [akan menggandeng investor luar]," pungkas Tri.
Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pemerintah berharap proyek DME dapat berjalan lebih cepat dan optimal dalam mendukung ketahanan energi nasional.
Dia mengamini bahwa proyek tersebut nantinya akan didanai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara sebagai salah satu penyokong dana.
“Salah satu di antaranya adalah Danantara,” tandas Bahlil.
Untuk diketahui, proyek DME menjadi salah satu bentuk hilirisasi batu bara yang didorong oleh pemerintah guna menyubtitusi liquefied petroleum gas (LPG). Apalagi, Indonesia masih ketergantungan impor LPG.
Berdasarkan keterangan Kementerian ESDM, industri dalam negeri hanya mampu memproduksi LPG sekitar 2 juta ton per tahun. Sementara itu, konsumsi LPG dalam negeri mencapai 8 juta ton sehingga RI masih mengimpor sekitar 6 juta ton LPG senilai US$3,45 miliar per tahun.
Bahkan, Indonesia harus mengeluarkan devisa yang signifikan untuk impor LPG, sekitar Rp450 triliun keluar setiap tahun untuk membeli minyak dan gas, termasuk LPG.
Di sisi lain, Indonesia belum mampu menggenjot produksi LPG lantaran kekurangan gas propana (C3) dan butana (C4). Oleh karena itu, DME untuk pengganti LPG menjadi penting.