Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Jual Beli Listrik Baru Terbit, Eksekusi Proyek EBT Diharap Makin Cepat

Kementerian ESDM menerbitkan aturan baru terkait perjanjian jual beli listrik dari pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Teknisi melakukan pengecekan rutin pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Rachman
Teknisi melakukan pengecekan rutin pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan aturan baru terkait perjanjian jual beli listrik dari pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT).

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pedoman Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyebut, aturan itu diterbitkan demi memberikan kepastian hukum, khususnya dalam negosiasi kontrak jual beli listrik antara pengembang pembangkit listrik (PPL) swasta atau IPP dengan PT PLN (Persero).

Menurutnya, selama ini, terdapat beberapa klausul terkait negosiasi kontrak jual beli listrik tak memiliki acuan baku sehingga  menghambat pengembangan proyek EBT. 

"Seringkali terjadi perbedaan interpretasi dari kontrak dan negosiasi juga panjang dan kompleks sehingga kadang-kadang juga adanya peningkatan biaya dari transaksi. Karena banyaknya negosiasi, harus merujuk regulasi yang mana gitu ya sehingga ada banyak keterlambatan dalam realisasi proyek," jelas Eniya dalam acara sosialisasi di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (11/3/2025).

Selain itu, Eniya juga menyebut sebelum terbitnya aturan baru ini, terjadi ketidakpastian dalam skema pembayaran perjanjian jual beli listrik (PJBL), termasuk salah satunya bila terjadi force majeure.

"....dan kadang-kadang ada pembagian risiko dalam PJBL yang menyebabkan ketidakstabilan finansial bagi pengembang," kata Eniya.

Lebih lanjut, Eniya mengatakan dalam Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2025 ini, pemerintah memberikan aturan yang lebih jelas, termasuk hak dan kewajiban serta risiko yang ditanggung PPL dan PLN.

"Permen ini pengaturan hak dan kewajiban PLN dan pengembang itu juga sudah tertulis dengan jelas, termasuk alokasi risiko lalu bagaimana BOO [build, own, operate]," jelasnya.

Kemudian, Permen baru ini juga mengatur terkait dengan jangka waktu PJBL. Pada Pasal 5 beleid tersebut, PJBL dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun terhitung sejak terlaksananya commerecial operation date (COD) dan dapat diperpanjang tanpa memperhitungkan biaya investasi awal.

Adapun, pada Pasal 25, dijelaskan bahwa PJBL berakhir apabila jangka waktu PJBL berakhir, pengakhiran oleh salah satu pihak karena cidera janji (wanprestasi), dan/atau tidak dapat tercapai pendanaan.

PJBL juga berakhir jika PPL pailit atau dilikuidasi, keadaan kahar, dan/atau ketentuan dan kondisi lain yang disepakati para pihak yang tercantum dalam PJBL.

PLN berhak untuk melakukan pengakhiran PJBL apabila perhitungan liquidated damage atau penalti akibat keterlambatan
mencapai COD, telah mencapai nilai maksimal.

Aturan ini juga menyatakan bahwa pembayaran atas transaksi pembelian tenaga listrik dilakukan oleh PLN menggunakan mata uang rupiah dengan nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang berlaku sehari sebelum hari pembayaran (H-1).

Pengaturan baru dalam Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2025

1. Ketentuan PJBL

Selain PJBL antara PPL dengan PLN, ketentuan PJBL dalam Permen ini digunakan dalam penyusunan PJBL antara PPL dengan badan usaha pemegang wilayah usaha selain PLN.

Lalu, penyusunan PJBL antara badan usaha pemegang wilayah usaha dengan PPL yang memanfaatkan sumber energi baru.

2. Perpanjang PJBL

Jangka waktu PJBL dapat diperpanjang, ketentuan harga jual tenaga listrik mengacu pada harga patokan tertinggi setelah tahun ke-10 (staging 2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Besaran Jaminan Pelaksanaan

- Jaminan pelaksanaan proyek yang harus diberikan oleh PPL kepada PT PLN (Persero) sebesar maksimal 10% dari total biaya proyek (project cost) pembangkit.

- Untuk PLTP, PPL dalam pelaksanaan kegiatan harus melaksanakan seluruh ketentuan terkait pelaksanaan proyek berdasarkan PJBL. Dalam hal PPL PLTP tidak melaksanakan seluruh kewajiban, PPL dikenai denda sesuai dengan PJBL.

4. Pembayaran Penalti AF atau CE

Pembayaran penalti AF (availability factor) atau CE (contracted energy)  khusus untuk PLTA run-off river, PLTS, PLTB, dan PLTAL dihitung dengan mengakumulasikan kekurangan energi yang tercantum dalam PJBL untuk periode 1 tahun.

5. Perubahan Harga PLTP

Dalam hal terdapat kesepakatan harga yang tercantum dalam perjanjian awal transaksi (pre-transaction agreement) untuk PLTP, harga yang disepakati dapat disesuaikan dengan mempertimbangkan hasil eksplorasi panas bumi dan harga patokan tertinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan berlaku sebagai persetujuan dari Menteri.

6. Deemed Dispatch akibat curtailment

PPL berhak mendapatkan deemed dispatch jika dilakukan pembatasan (curtailment) oleh PLN.

7. Pembelian tenaga listrik yang melebihi CE atau AF dan pembelian tenaga listrik untuk optimalisasi pembangkit tenaga listrik

- Pembelian tenaga listrik yang melebihi CE atau AF dengan batasan paling banyak kapasitas pengenal (unit rated capacity) dengan ketentuan:

a. harga pembelian tenaga listrik paling besar 80% dari harga PJBL

b.sesuai dengan kebutuhan tenaga listrik pada sistem tenaga listrik setempat.

- Untuk optimalisasi pembangkit tenaga listrik, PLN dapat membeli tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang telah dilakukan PJBL dan mampu memproduksi tenaga listrik melebihi kapasitas pengenal (unit rated capacity) dengan ketentuan:

a.menggunakan harga pembelian tenaga listrik terendah; dan

b. sesuai dengan kebutuhan tenaga listrik, pada sistem tenaga listrik setempat.

Pembelian tenaga listrik dilakukan paling banyak sebesar 30% dari CE atau AF.

8. COD PLTP

COD pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat dilakukan secara bertahap menyesuaikan dengan ketersediaan pasokan uap sampai dengan terpenuhinya CE atau AF

9. Penggunaan TKDN

Penggunaan produk dalam negeri untuk pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber Energi Terbarukan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

10. Hak atas Atribut Lingkungan atau Nilai Ekonomi Karbon dari Energi Terbarukan

- Hak atas atribut lingkungan atau nilai ekonomi karbon dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Dalam hal belum terdapat peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai hak atas atribut lingkungan atau nilai ekonomi karbon, kepemilikan hak atas atribut lingkungan atau nilai ekonomi karbon dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan para pihak.

11. Pembangkit Listrik Energi Terbarukan Intermittent

PPL wajib menyampaikan estimasi bulanan dan estimasi tahunan secara akurat dengan tingkat kesalahan yang disepakati atas produksi energi dari pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber Energi Terbarukan intermiten kepada PLN.

12. transaksi khusus apabila pembangkit EBT memiliki fasilitas penyimpanan energi

- Transaksi jual beli tenaga listrik dihitung berdasarkan jumlah energi yang tercatat pada titik transaksi. Fasilitas baterai atau fasilitas penyimpanan energi lainnya merupakan satu kesatuan dengan pembangkit EBT Intermittent

- PPL harus mengganti fasilitas baterai atau fasilitas penyimpanan energi lainnya yang telah mencapai akhir daur hidupnya dengan fasilitas baterai atau fasilitas penyimpanan energi lainnya yang baru untuk mempertahankan performa dengan teknologi yang sama atau lebih baik dari fasilitas baterai atau fasilitas penyimpanan energi lainnya yang digantikan.

13. Bahasa dalam PJBL

- PJBL disusun dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal diperlukan, PJBL dapat disusun dalam 2 bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa asing.

- Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap PJBL, bahasa yang digunakan ialah bahasa yang disepakati dalam PJBL

14. Refinancing

- Untuk optimalisasi pelaksanaan usaha kegiatan penyediaan tenaga listrik yang memanfaatkan sumber sumber energi terbarukan, PPL dapat melakukan refinancing.

- PPL menginformasikan pelaksanaan refinancing kepada PT PLN


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper