Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah tengah menyiapkan berbagai strategi untuk mencapai keuangan inklusif bagi seluruh masyarakat dengan memperluas akses dan kesempatan dalam aktivitas ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa terdapat 89% orang Indonesia yang telah memiliki fasilitas perbankan. Angka itu diupayakan naik seiring dengan penguatan literasi keuangan.
“Dari segi spasial beberapa daerah juga sudah baik, kecuali misalnya di Halmahera, Maluku Utara. Oleh karena itu ke depan lebih didorong lagi yang terkait dengan pembelajaran agar mereka bisa memanfaatkan rekening dan tahu risiko investasi. BUMN diminta untuk terus mendorong literasi keuangan, agar literasi keuangan kita lebih tinggi capaiannya,” katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (22/3/2025).
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) dapat dimanfaatkan pada berbagai sektor, termasuk dalam mendukung pelayanan keuangan sektor pemerintah. Salah satunya berupa program elektronifikasi bantuan dan subsidi pemerintah.
Hal ini sejalan dengan kelompok sasaran inklusi keuangan yang salah satunya mencakup masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, terdapat pula pelaku UMKM serta masyarakat lintas kelompok.
“Tingkat inklusi keuangan pada 2023 telah mencapai 88,7% untuk penggunaan akun dan 76,3% untuk kepemilikan akun. Dalam RPJMN, penggunaan akun ditargetkan mencapai 91% pada 2025 dan 93% pada 2029,” tuturnya.
Meskipun kepemilikan akun, penggunaan akun, dan literasi keuangan di Indonesia sejauh ini menunjukkan tren positif, Airlangga menyebut bahwa tingkat literasi keuangan baru mencapai 65,4%. Realisasi ini naik dari 49,7% pada tahun sebelumnya yang mencapai 49,7%.
“Masih terdapat beberapa kelompok sosial-ekonomi yang secara substansial belum menjangkau layanan keuangan formal. Terdapat kesenjangan cukup signifikan antara tingkat inklusi keuangan masyarakat perkotaan sebesar 91,5% dengan masyarakat pedesaan yang sebesar 84,8%. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan yang signifikan jika berdasarkan jenis kelamin dan demografi usia,” katanya.
Selain itu, pemerintah juga telah memiliki Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang mengintegrasikan berbagai sumber data sosial dan ekonomi untuk menciptakan data yang lebih akurat dan tepat sasaran.
Menurut Airlangga, data tersebut juga dapat digunakan dalam sistem pembayaran bagi penyaluran bantuan sosial secara digital, monitoring lalu lintas devisa, hingga peningkatan kepatuhan pajak.
Pemerintah sejauh ini telah mendata penerima PKH sebanyak 10 juta KPM, penerima bantuan sembako sebanyak 18,8 juta KPM, penerima PIP sebanyak 21,5 juta siswa, penerima PBI JKN sebanyak 96,8 juta, penerima Kartu Prakerja sebanyak 16,4 juta, penerima subsidi listrik sebanyak 40,7 juta pelanggan, dan debitur KUR sebanyak 7,05 juta.
“DTSEN selaras dengan total penduduk Indonesia per 3 Februari 2025, sebanyak sekitar 93 juta keluarga dan 285,5 juta penduduk,” pungkasnya.