Bisnis.com, JAKARTA — Importasi ponsel pintar (smartphone), laptop, Base Transceiver Station (BTS), hingga besi baja setengah dari China menjadi penyumbang defisit neraca perdagangan nonmigas terbesar di Indonesia pada Maret 2025.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), China yang merupakan negara utama tujuan ekspor Indonesia justru secara perdagangan menjadi negara penyumbang defisit terbesar, yakni US$1,11 miliar pada Maret 2025. Pada periode itu, mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) menyumbang defisit terdalam.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan penyebab defisit perdagangan dengan China terjadi lantaran adanya kenaikan impor tiga komoditas dari Negeri Tirai Bambu.
Ketiga komoditas impor terbesar dari China itu di antaranya elektronik, alat angkutan atau logistik, hingga besi baja.
“Elektronik itu kita banyak mengimpor smartphone, 98% impor smartphone kita itu berasal dari China,” kata Andry kepada Bisnis, Rabu (23/4/2025).
Barang elektronik lainnya yang diimpor Indonesia dari China adalah laptop, BTS, modem, hingga router yang merupakan alat telekomunikasi. Serta, papan sirkuit cetak (printed circuit board/PCB) dan bahan baku semikonduktor.
Baca Juga
Selain barang elektronik, lanjut Andry, Indonesia juga mengimpor alat angkutan atau kendaraan logistik yang terdiri dari kapal barang, mobil, truk, mobil pickup, hingga mobil niaga.
“Kendaraan logistik itu beberapa kita impor dari China,” ujarnya.
Komoditas ketiga, besi dan baja juga baja setengah jadi yang diimpor dengan jumlah besar dari China. Namun, Andry menyayangkan baja setengah jadi yang diimpor dari China.
Pasalnya, Andry menyebut saat ini kapasitas produksi baja setengah jadi di China lebih besar (surplus) dibandingkan permintaan domestik alias overcapacity. Alhasil, China harus mengekspor baja setengah jadi ke sejumlah negara, termasuk Indonesia dengan harga yang lebih murah.
“Sedangkan adanya dengan surplus industri baja yang cukup besar di China ini menurut saya jadi salah satu tantangan bagi Indonesia,” ujarnya.
Di sisi lain, Andry mengatakan bahwa Indonesia tengah menggenjot hilirisasi dengan mengolah bahan mentah besi maupun nikel untuk dijadikan produk jadi seperti stainless steel.
“Ini menurut saya jadi salah satu ancaman juga, oke lah kalau kita berbicara mengenai smartphone, tapi kalau kita berbicara mengenai input atau mungkin baja setengah jadi, menurut saya ini salah satu impor, kita harus berhati-hati di sini,” tuturnya.
Dia pun mewanti-wanti keran importasi baja setengah jadi dari China yang dikhawatirkan bisa mengganggu industri dalam negeri.
“Jangan sampai memang daya saing dari baja domestik, produk baja domestik tergerus gara-gara China membuang produknya ke Indonesia,” pungkasnya.