Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Battery Corporation (IBC) menegaskan keberlangsungan proyek ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia yaitu Proyek Titan dan Proyek Dragon terus berlanjut sesuai target yang telah dicanangkan, kendati salah satu investor besarnya yaitu LG Energy Solution (LGES) hengkang.
Untuk diketahui, terdapat dua komitmen investasi jumbo dalam pengembangan rantai pasok baterai kendaraan listrik terintegrasi dari hulu ke hilir. Proyek Titan yang disokong oleh konsorsium LG dan konsorsium BUMN PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) dan IBC baru-baru ini mengalami perubahan anggota konsorsium. Huayou yang tergabung dalam konsorsium LG kini mengambil alih posisi LGES yang batal berinvestasi.
Sementara itu, Proyek Dragon merupakan pengembangan baterai EV lewat PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (PT CATIB) yang merupakan perusahaan patungan IBC dengan anak usaha Contemporary Amperex Technology Co Ltd. (CATL), CBL International Development Pte. Ltd.
VP Commercial and Marketing IBC Bayu Hermawan mengatakan, kedua proyek tersebut merupakan grand package dan bersinambungan. Pihaknya memastikan kedua proyek ini berjalan sesuai dengan perencanaan awal meskipun terjadi perombakan investor.
"Kalau timeline tentunya kita dari dua proyek tadi, dua proyek itu Titan dengan Dragon ya, dengan Dragon tentunya masih-masih berjalan dengan apa yang sesuai yang diamanatkan," kata Bayu kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).
Dalam laporan IBC, Proyek Dragon dirancang untuk memproduksi baterai Li-ion dengan kapasitas 15 GWh per tahun. Proyek ini berada di Karawang dan direncanakan beroperasi atau commercial operation date (COD) pada kuartal III/2026 dengan investasi awal senilai US$1,18 miliar atau Rp19,13 triliun.
Baca Juga
Namun, baru-baru ini IBC melaporkan bahwa terdapat ODI approval dari pemerintah China kepada CATL untuk menyesuaikan investasinya menjadi US$417 juta dan kapasitas yang lebih rendah yakni 6,9 GWh.
"Kalau mulai produksi sebenarnya di akhir tahun 2026 gitu, tentunya dengan ramping up ya, enggak bisa langsung 100% full. LG [Proyek Omega PT HLI] juga kemarin kan dari peluncuran sampai maksimum, tapi juga mungkin butuh waktu juga," ujarnya.
Sementara itu, untuk Proyek Titan yang semula digarap konsorsium LG kini masih menanti pergerakan dari pemain penggantinya Huayou. Selama ini, Proyek Titan belum memiliki progres berarti dan terkesan mandek.
Bayu menerangkan bahwa proyek tersebut memiliki nilai rantai pasok yang panjang dan terintegrasi dari tambang, prekursor, hingga ke sel baterai. Untuk mengintegrasikan hulu ke hilir, kapasitas dari setiap segmen harus terhubung.
"Memang ada hal-hal yang memang kemarin itu tidak mencapai kesepakatan dan juga key challenge juga dari mereka yang seperti apa yang mereka bilang bahwa memang market mereka itu kan memang NMC [lithium nickel manganese cobalt oxide] itu ya pasti market-nya Eropa, Amerika, dan lain sebagainya gitu ya," tuturnya.
Sementara itu, pasar di Asia lebih banyak mengandalkan baterai berbasis baterai LFP (lithium ferro phosphate). Dia menilai ada banyak tantangan penetrasi terkait market Amerika yang membuat LG maju mundur.
"Tapi tentunya ke depannya kita terus membuka untuk peluang-peluang kolaborasi sih dengan berbagai pihak dan dan sebagainya. Tentu juga pemerintah juga sudah disclose juga ya, ini ada potensial-potensial kemitraan dan sebagainya," jelasnya.
Untuk diketahui, Proyek Titan memiliki total komitmen investasi senilai US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun. Komitmen investasi itu terdiri atas investasi di hulu tambang senilai US$850 juta, smelter HPAL US$4 miliar, pabrik prekursor/katoda senilai US$1,8 miliar, dan pabrik sel baterai senilai US$3,2 miliar.