Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laju Investasi Melambat, Apindo Ungkap Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi RI

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berbicara mengenai dampak perlambatan pertumbuhan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kawasan smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di KEK JIIPE, Gresik, Jawa Timur/Dok: Tim PTFI.
Kawasan smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di KEK JIIPE, Gresik, Jawa Timur/Dok: Tim PTFI.

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai melambatnya pertumbuhan investasi di Indonesia pada kuartal I/2025 tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebab, porsi kontribusi investasi terhadap produk domestik bruto (PDB) masih lebih rendah dibandingkan konsumsi rumah tangga. 

Untuk diketahui, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM mencatat realisasi investasi pada kuartal I/2025 tumbuh 15,9% (year-on-year/yoy) dengan nilai Rp465,2 triliun. Secara nilai investasi mengalami kenaikan, tetapi secara pertumbuhan persentase turun dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni 22,1% yoy senilai Rp401,5 triliun. 

Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo Chandra Wahjudi mengatakan, investasi memang salah satu pendorong utama PDB sehingga penurunan laju pertumbuhannya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.  

"Tapi untuk Indonesia tidak akan berpengaruh signifikan karena porsi investasi pada PDB Indonesia masih kecil dibandingkan porsi konsumsi," kata Chandra kepada Bisnis, Selasa (29/4/2025). 

Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi investasi terhadap struktur pembentuk PDB Indonesia hanya sekitar 30% pada 2024. Sementara itu, kontributor paling besar berasal dari konsumsi rumah tangga sebesar 54%. 

Dalam 5 tahun terakhir, trennya justru mengalami penurunan. Pada 2014, porsi investasi terhadap PDB sebesar 32,57%. Namun, turun menjadi 32,33% pada 2019, bahkan pada 2023 turun menjadi 29,33%. 

"Perlambatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk ketidakpastian global yang masih tinggi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi global," jelasnya. 

Di tengah memanasnya perang tarif Amerika Serikat (AS) dengan negara mitranya, termasuk Indonesia, Chandra masih melihat peluang untuk menarik investasi industri asal China untuk masuk ke dalam RI. Apalagi, perang dagang AS-China tak kunjung surut. 

Namun, menurut Chandra, Indonesia harus segera memperbaiki berbagai hambatan birokrasi, infrastruktur logistik, dan ketidakpastian regulasi agar daya saing produk Indonesia tidak kalah dengan negara-negara Asean lainnya, seperti Malaysia ataupun Vietnam.

"Kalau masalah gangguan premanisme sudah terjadi sejak lama ya. Walaupun belakangan memang marak lagi. Kepastian hukum pastinya akan menjadi salah satu faktor penting dalam berinvestasi," jelasnya. 

Di sisi lain, dia menyoroti juga catatan BKPM bahwa realisasi investasi kuartal I/2025 telah menyerap 594.104 tenaga kerja, meningkat 8,5% secara tahunan. Ini menunjukkan bahwa investasi memiliki dampak positif terhadap penciptaan lapangan kerja. 

"Untuk memastikan inklusivitas, diperlukan pemerataan investasi ke sektor-sektor yang padat karya dan wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa," pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper