Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membukukan realisasi investasi dari penanaman modal dalam negeri alias PDMN melonjak sebesar 30% secara tahunan, menjadi Rp275,5 triliun pada kuartal II/2025.
Secara kuartalan atau quarter to quarter (QtQ), realisasi PMDN meningkat dari Rp234,8 triliun pada kuartal I/2025 menjadi Rp275,5 triliun pada kuartal II/2025. Tumbuh sebesar 17,33%.
Secara porsi, kontribusinya PMDN tercatat lebih tinggi, yakni di angka 57,7% dari total investasi yang masuk pada kuartal II/2025 senilai Rp477,7 triliun. Sementara penanaman modal asing (PMA) hanya Rp202,2 triliun atau 42,3% dan mengalami kontraksi sebesar 12,24% QtQ.
“Selama ini memang kurang lebih dalam negeri maupun investasi asing bedanya tidak jauh. Kalau kami lihat memang ini peningkatannya di dalam negeri ini justru cukup baik,” ujar Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan P. Roeslani, Selasa (29/7/2025).
Melihat kontribusi berdasarkan sektor, investasi yang ditanamkan oleh pemilik modal lokal terpusat pada sektor tersier, yang bergerak di bidang jasa.
Bahkan dalam lima besar subsektor realisasi investasi PMDN kuartal II/2025, penanaman modal untuk sektor sekunder, yang utamanya terkait manufaktur, absen.
Baca Juga
Posisi pertama berasal dari sektor tersier, yakni subsektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi dengan investasi senilai Rp35,3 triliun atau sebesar 12,8% dari total PMDN kuartal II/2025.
Kemudian subsektor pertambangan dari sektor primer menempati posisi kedua dengan investasi yang masuk senilai Rp33,5 triliun (12,2%).
Selanjutnya, tiga subsektor berikutnya berasal dari sektor tersier, yakni perdagangan dan reparasi; perumahan, kawasan industri, dan perkantoran; serta jasa lainnya.
Total investasi lokal yang masuk masing-masing senilai Rp32,3 triliun (11,7%), Rp27,6 triliun (10%), dan Rp27 triliun (9,8%). Artinya, sebanyak 44,3% investasi yang tercatat oleh BKPM melalui PMDN tertanam di sektor tersier.
Di samping itu, industri seperti kimia dan farmasi, industri logam dasar, industri mineral nonlogam, terpantau lebih minim kontribusi dari domestik.
Berbeda dengan PMA yang justru menyasar industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya dengan total investasi mencapai US$3,65 miliar atau setara Rp58,23 triliun (kurs Rp16.000 per dolar AS) pada kuartal II/2025.
Melihat trennya dalam lima tahun terakhir, infrastruktur dan jasa memang menjadi primadona bagi investor lokal daripada industri maupun pertambangan. Berbanding terbalik dengan investor asing yang justru membidik industri pengolahan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Terlepas dari sektor tersebut, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede melihat pertumbuhan hingga 30% terhadap PMDN mencerminkan meningkatnya kepercayaan investor domestik terhadap kondisi ekonomi nasional.
Investasi dalam sektor transportasi, telekomunikasi, perdagangan, dan kawasan industri juga meningkat secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa investor domestik semakin percaya diri memanfaatkan peluang bisnis dari kebijakan-kebijakan pro-investasi yang telah dicanangkan pemerintah, termasuk percepatan infrastruktur, hilirisasi komoditas, dan peningkatan konektivitas antarwilayah di luar Pulau Jawa.
“Realisasi investasi kuartal II/2025 mencerminkan kondisi yang cukup baik, terutama dengan didukung kuatnya investasi domestik meski terjadi tekanan eksternal terhadap investasi asing,” ujarnya.
Untuk itu, Josua memandang bahwa momentum ini perlu dijaga dengan kebijakan yang lebih aktif dalam mengelola risiko global dan memperkuat fundamental domestik untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan investasi ke depan.