Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah akan meningkatkan penerimaan pajak pada tahun depan, sejumlah caranya dengan mengincar korporasi multinasional hingga optimalisasi Coretax.
Sri Mulyani menjelaskan pihaknya akan terus melakukan reformasi perpajakan untuk perluasan basis pajak, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, hingga penyederhanaan administrasi.
"Optimalisasi perluasan basis pemajakan dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi yang berbasis data dan risiko, termasuk dengan penggunaan Coretax dalam pengelolaan data dan perbaikan kebijakan perpajakan," jelas Sri Mulyani ketika memaparkan KEM-PPKF 2025 dalam rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).
Lebih lanjut, bendahara negara itu mengungkapkan kepatuhan wajib pajak bisa ditingkatkan melalui penerapan pengawasan potensi perpajakan berbasis kewilayahan seiring dengan implementasi reformasi administrasi.
"Termasuk di dalamnya integrasi teknologi dan peningkatan kerja sama antarinstansi/antarlembaga," lanjutnya.
Sri Mulyani menjelaskan penerapan Global Taxation Agreement juga menjadi peluang bagi perluasan basis pajak melalui pemajakan korporasi multinasional yang melakukan transaksi lintas negara.
Baca Juga
Sebagai informasi, Indonesia resmi menerapkan pajak minimum global sebesar 15% mulai 2025. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2024.
Penerapan ketentuan pajak minimum global ini merupakan bagian dari kesepakatan Pilar Dua yang digagas oleh G20 dan dikoordinasikan oleh OECD, didukung oleh lebih dari 140 negara. Saat ini, lebih dari 40 negara telah mengimplementasikan ketentuan tersebut dengan mayoritas mulai menerapkannya pada 2025.
Inisiatif ini bertujuan untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat (race to the bottom) dengan memastikan bahwa perusahaan multinasional beromzet konsolidasi global minimal 750 juta euro membayar pajak minimum sebesar 15%.
Singkatnya, pemerintah kini memiliki hak untuk memajaki grup perusahaan multinasional yang memperoleh keuntungan di Indonesia, meskipun tidak memiliki kantor fisik di dalam negeri.
Lebih lanjut dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, Kementerian Keuangan menetapkan asumsi penerimaan perpajakan berada dalam rentang 10,08%—10,45% pada tahun depan.
Sebagai perbandingan, dalam KEM-PPKF 2025, Kementerian Keuangan menetapkan asumsi penerimaan perpajakan berada dalam rentang 10,09—10,29%.