Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos BI Bicara Efek Kesepakatan Tarif AS-China ke Ekonomi Global

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kesepakatan AS-China membuat prospek pertumbuhan ekonomi dunia meningkat dari 2,9% pada April 2025 menjadi 3%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Rabu (19/3/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Rabu (19/3/2025). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo buka suara terkait efek kesepakatan penurunan tarif antara Amerika Serikat dengan China selama 90 hari. 

Perry menyampaikan perkembangan ini mengakibatkan prospek ekonomi dunia lebih baik bila dibandingkan proyeksi April 2025 yang sebelumnnya diperkirakan akan menurun dari 3,2% menjadi 2,9%. 

“Prospek ekonomi dunia lebih baik dari perkiraan April 2025, yaitu dari sebelumnya 2,9% menjadi 3%,” ujarnya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (21/5/2025).

Sejalan dengan membaik ekonomi global, pertumbuhan ekonomi AS dan China juga diperkirakan lebihbaik yang kemudian berdampak positif pada berbagai negara lain, termasuk Eropa, Jepang, dan India. 

Perry melihat penurunan tarif diperkirakan akan menurunkan proyeksi inflasi AS sehinga mendorong tetap kuatnya penurunan Fed Fund Rate (FFR). 

Meski kesepakatan tersebut membuat ketidakpastian ekonomi global sedikit mereda, namun masih akan tetap tinggi karena proses negosiasi AS dengan China maupun negara lain masih terus berlangsung. 

“Ke depan, perkembangan negosiasi tarif impor antara AS dan China dan negara lain masih dinamis sehingga ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi,” lanjutnya. 

Pasalnya, imbal hasil atau yield obligasi pemerintah AS atau US Treasury (UST) lebih tinggi dari perkiraan sejalan dengan meningkatnya risiko kesinambungan fiskal AS yang memerlukan penerbitan utang pemerintah yang lebih tinggi. 

Di pasar keuangan global, terpantau masih berlanjutnya pergeseran aliran global dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman yang diikuti peningkatan aliran modal ke negara-negara emerging market.

Akibatnya, index mata uang AS atau DXY terus melemah dan diikuti pelemahan terhadap mata uang negara berkembang di Asia. 

Untuk itu, kondisi ini memerlukan kewaspadaan serta penguatan respon serta koordinasi kebijkakan untuk mejaga ketahanan eksternal, menjaga stabilitas dan mendorog pertumbuhan ekonomi.

Sebelumnya, Amerika Serikat dan China sepakat untuk menurunkan tarif impor atas barang dari masing-masing negara sementara waktu, sesuai kesepakatan dari negosiasi di Jenewa, Swiss.

Kesepakatan itu meredakan tensi perang dagang yang memanas beberapa bulan belakangan. Dilansir dari Bloomberg, tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap barang-barang China yang semula 145% turun ke 30%, termasuk untuk barang-barang terkait fentanyl.

Sementara itu, tarif impor China terhadap barang-barang AS akan turun dari 125% menjadi 10%. Kesepakatan kedua negara berlaku mulai Rabu (14/5/2025).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper