Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wacana Danantara Investasi Sektor Migas di AS, BKPM Pede RI Bisa Untung Besar

Indonesia berpotensi untung besar dari investasi migas di AS oleh BPI Danantara, meski AS bukan mitra dagang utama. Ini alasannya.
Logo Wisma Danantara Indonesia di Jakarta, Minggu (29/6/2025). / Bisnis-Fanny Kusumawardhani
Logo Wisma Danantara Indonesia di Jakarta, Minggu (29/6/2025). / Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal meyakini Indonesia bisa untung besar apabila BPI Danantara merealisasikan rencana investasi di sektor minyak dan gas alias migas di Amerika Serikat.

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu menjelaskan bahwa kesepakatan dagang terbaru membuat Indonesia membebaskan tarif impor (0%) barang asal Amerika Serikat (AS).

Dia mengingatkan bahwa dalam kesepakatan dagang itu juga terdapat klausul bahwa Indonesia harus membeli produk energi AS senilai US$15 miliar. Jika Danantara berinvestasi di sektor migas maka pemerintah hanya perlu membeli dari perusahaan sendiri yang berada di AS.

"Harusnya lebih baik dong. Kalau kita investasinya di sana kan kita bisa beli produk kita juga kan, masuk kesini kan nanti [tarif] produknya 0%. Artinya, growth investment [pertumbuhan investasi] kita itu akan lebih jauh baik kan," kata Todotua di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025).

Sementara itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menuturkan bahwa ekspor maupun impor migas Indonesia ke AS sangat sedikit. Apalagi, Negeri Paman Sam bukan pasar utama tujuan ekspor migas RI.

Dia juga mengatakan bahwa AS bahkan tidak masuk dalam daftar top 5 mitra dagang Indonesia di sektor migas.

"Jadi kalau dari sisi minyak, sih, ini [tarif resiprokal] enggak begitu [terasa], karena Amerika, kan, enggak impor minyak, enggak impor gas dari kita. Jadi, kalau dari sektor energi, kita enggak terpengaruh, gak masalah," kata Moshe kepada Bisnis, Selasa (8/7/2025).

Oleh karena itu, dia pun mengingatkan pemerintah untuk tegas. Dia meminta pemerintah tak perlu mendorong peningkatan impor minyak mentah dan LNG dari AS.

Pasalnya, Presiden AS Donald Trump tidak menggubris upaya negosiasi dari pemerintah Indonesia. Adapun, dalam negosiasi itu Indonesia berencana akan membelanjakan US$34 miliar atau setara Rp551,1 triliun (asumsi kurs Rp16.209 per dolar AS) untuk impor dari AS. Dari total jumlah tersebut, sebanyak US$15,5 miliar atau setara Rp251,24 triliun dialokasikan untuk belanja energi.

"Kitanya seharusnya tegas, bisa tegas karena Trump kalau misalkan dia ngeliat kita lemah, itu kita bakalan lebih diperas lagi," tutur Moshe.

Lebih lanjut, Moshe mengatakan alih-alih menambah impor migas dari AS, pemerintah sebaiknya mulai mencari alternatif ekspor ke negara lain. Menurutnya, hal ini lebih menguntungkan untuk jangka panjang.

Oleh karena itu, Moshe sekali lagi mengingatkan agar pemerintah tidak mudah tunduk pada AS. Apalagi, Indonesia memiliki daya tawar di Asia Tenggara. Dengan modal ini, seharusnya malah AS yang membutuhkan Indonesia.

"Amerika untuk bisa bisa meng-counter misalkan Cina-Rusia dan lain sebagainya, butuh kehadiran Indonesia juga untuk menjaga posisinya di Laut Pasifik, di Asia Tenggara," ucap Moshe.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro