Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Langkah BI Pangkas Suku Bunga Dinilai Tepat, Ekonom Minta Tetap Waspadai Sederet Risiko

Turunnya BI Rate diharapkan menjadi penggerak pelaku usaha untuk mengajukan fasilitas kredit, di tengah kebijakan moneter yang longgar.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan keterangan terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (19/2/2025). / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan keterangan terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (19/2/2025). / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Pemangkasan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin/bps ke level 5,50% menjadi langkah tepat Bank Indonesia dalam melakukan tindakan antisipatif untuk mendorong ekonomi sembari menjaga stabilitas rupiah

Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto menyampaikan hal tersebut, terlebih alasan pertumbuhan ekonomi yang melambat, inflasi yang rendah, serta rupiah yang terjaga menjadi pertimbangan yang tepat. 

“Langkah moneter BI dinilai tepat waktu, tepat guna dan tepat sasaran, karena juga diperkuat dengan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendukung aktivitas sektor riil,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Kamis (22/5/2025).

Harapannya, pelaku usaha sebagai demand side tergerak untuk mengajukan fasilitas kredit di tengah kebijakan moneter longgar lantaran bank-bank memiliki fleksibilitas dalam mengelola kestabilan likuiditasnya.

Hanya saja, kata Ryan, langkah taktis dan cermat dari BI ini tetap harus diperkuat dengan kebijakan fiskal yang sifatnya counter-cyclical (pro pertumbuhan) yang lebih longgar (dovish) sehingga kombinasi atau bauran kebijakan moneter dan fiskal dapat lebih efektif mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat, resilien. dan berkelanjutan.

Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro menilai pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo yang menggarisbawahi bahwa pemotongan tersebut tepat pada waktunya, mengingat adanya tanda-tanda pelemahan ekonomi dan tekanan inflasi yang lemah, menandai perubahan kebijakan yang dovish sejalan dengan ekspektasi pasar.

Meski demikian, risiko rupiah masih membayangi sekalipun nilai tukar menunjukkan apresiasi 2,75% dalam satu bulan terakhir, sejalan dengan indeks dolar terhadap enam mata uang atau DXY yang turun ke bawah 100.

Satria mengungkapkan bahwa apabila melihat lebih dalam terdapat ketidaksesuaian yang mengkhawatirkan.

Saat DXY telah melemah 8,5% dalam empat bulan terakhir, rupiah secara efektif tetap datar dan apresiasi tak lebih dari 3%. Menurutnya, perbedaan ini menunjukkan bahwa stabilitas rupiah lebih disebabkan oleh faktor eksternal jangka pendek.

“Tanpa dukungan fundamental yang kuat, hal ini dapat membuat mata uang ini rentan terhadap perubahan-perubahan sentimen global,” ujarnya, Kamis (22/5/2025).

Satria memandang saat ini sebagian besar dukungan datang dari pasar obligasi Indonesia, di mana investor asing telah mencatat arus masuk bersih sebesar US$1,76 miliar secara tahun berjalan, bahkan ketika pasar ekuitas terus mengalami arus keluar yang terus-menerus.

Konsentrasi arus masuk ini menambah kerentanan. Dengan imbal hasil obligasi AS bertenor 30 tahun yang naik menjadi 5% setelah penurunan peringkat kredit AS oleh Moody's, daya tarik risiko-imbal hasil obligasi Indonesia dapat terkikis, terutama setelah penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia.

Satri menjelaskan bahwa ke depan, Bank Indonesia kemungkinan akan mengadopsi sikap yang lebih terukur.

Di mana kelanjutan siklus pelonggarannya akan bergantung pada kemampuan rupiah untuk menahan potensi tekanan dari rebound taktis dolar AS dan pergeseran ekspektasi suku bunga global. Tanda-tanda keluarnya arus modal dari pasar obligasi dapat dengan cepat mengubah kebijakan BI.

“Untuk saat ini, bank sentral diperkirakan akan tetap berada dalam mode wait and see, memantau perkembangan ekonomi AS dan arah kebijakan the Fed sebelum memutuskan pemangkasan lebih lanjut,” tutup Satria. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper