Bisnis.com, BINTUNI — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, penyelesaian polemik izin usaha pertambangan di kawasan Raja Ampat mesti dilakukan secara adat Papua.
Hal ini sekaligus merespons rencana Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) untuk mengusut polemik terkait dengan aktivitas pertambangan nikel di wilayah pariwisata tersebut.
“Saya pikir nanti coba kami akan komunikasikan secara baik-baik dengan pihak kepolisian para penegak hukum untuk agar bagaimana caranya bisa kita selesaikan secara adat Papua,” kata Bahlil kepada wartawan, Rabu (11/6/2025).
Menurut Bahlil, pihaknya telah berupaya dan turun langsung ke lapangan sebagai respons langsung dari pemerintah terhadap laporan masyarakat.
Apalagi, pemerintah juga disebut telah menjalankan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi adalah Peraturan Presiden Nomor 70/2023, yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76/2024.
“Dan juga pemerintah memang sudah melakukan ini sejak Januari karena sudah ada Perpres, Satgas Penataan Lahan lingkungan dan termasuk tambang jadi kita kerjanya mulai Januari, jadi enggak perlu ada yang merasa gimana-gimana gitu ya,” katanya.
Baca Juga
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) mengaku tengah mengusut polemik terkait dengan aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Brigjen Nunung Syaifuddin mengatakan, pengusutan itu saat ini tengah berada di tahap penyelidikan.
"Jadi begini, sementara ini saya belum bisa memberikan statement ya, kita masih dalam penyelidikan," ujarnya di Bareskrim Polri, Rabu (11/6/2025).
Dia menambahkan proses pencarian dugaan adanya tindak pidana itu masih dilakukan pada empat perusahaan yang izin usaha pertambangan alias IUP-nya yang telah dicabut.
Empat perusahaan itu yakni PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera Mining.
"Iya [penyelidikan tentang empat IUP yang telah dicabut]," tutur Nunung.