Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Korsel Terdongkrak Penjualan Chip, Ancaman Tarif AS Masih Membayangi

Ekspor Korea Selatan kembali tumbuh pada Juni 2025 didorong oleh rekor penjualan semikonduktor.
Logo Hyundai Motor di pelabuhan Pyeongtaek di Pyeongtaek, Korea Selatan, (15/4/2025). Reuters/Kim Hong-Ji
Logo Hyundai Motor di pelabuhan Pyeongtaek di Pyeongtaek, Korea Selatan, (15/4/2025). Reuters/Kim Hong-Ji

Bisnis.com, JAKARTA — Ekspor Korea Selatan kembali tumbuh pada Juni 2025 didorong oleh rekor penjualan semikonduktor, memberikan angin segar sementara bagi perekonomian yang sangat bergantung pada perdagangan. 

Namun, lonjakan tersebut turut dipengaruhi oleh percepatan pengiriman menjelang kenaikan tarif besar-besaran dari Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Bea Cukai Korea Selatan yang dikutip dari Bloomberg pada Selasa (1/7/2025), nilai ekspor pada Juni 2025 naik 4,3% secara year on year (yoy). 

Capaian tersebut sedikit di bawah proyeksi ekonom dalam survei Bloomberg yang memperkirakan kenaikan 5,1%. Rata-rata ekspor harian—yang mengeliminasi perbedaan jumlah hari kerja—naik 6,8% secara tahunan.

Sementara itu, data Kementerian Perindustrian Korea Selatan mencatat, impor meningkat 3,3%, menghasilkan surplus perdagangan sebesar US$9,1 miliar. 

Kenaikan ekspor bulan lalu diperkirakan turut didorong oleh front-loading, yakni percepatan pengiriman sebelum tarif baru dari AS mulai berlaku. Meski pengiriman ke AS turun tipis 0,5% dan ekspor ke China merosot 2,7%, ekspor semikonduktor melonjak 11,6% secara tahunan ke rekor US$14,97 miliar. 

Selanjutnya, ekspor mobil tumbuh 2,3% pada Juni secara yoy. Adapun, semikonduktor dan mobil merupakan penyumbang utama ekspor Korea Selatan.

Kondisi ini terjadi ketika Seoul tengah berjuang membendung dampak kebijakan proteksionis dari mitra dagangnya. Sama seperti negara lain, Korea Selatan menghadapi tarif sektoral untuk ekspor mobil dan baja ke AS, ditambah rencana kenaikan tarif menyeluruh dari 10% menjadi 25% yang akan berlaku mulai 9 Juli, kecuali tercapai kesepakatan.

Seorang pejabat senior perdagangan Korea Selatan mengatakan bahwa penyelesaian negosiasi sebelum tenggat waktu tersebut dianggap tidak realistis. Pemerintah Seoul kini berupaya meminta perpanjangan waktu sambil terus melobi untuk mendapatkan pengecualian tarif dari Washington.

Namun, Presiden AS Donald Trump menyiratkan bahwa dirinya tidak berniat memberikan perpanjangan. 

“Saya rasa saya tidak perlu.Tapi saya bisa saja, tidak masalah," ujar Trump dalam wawancara dengan Fox News.

Menteri Perdagangan Korea Selatan Yeo Han-koo pekan lalu melakukan pertemuan dengan mitranya di AS dalam upaya memulihkan kembali perundingan yang sempat mandek, menyusul kekosongan kepemimpinan pasca pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol.

Presiden baru Korea Selatan, Lee Jae Myung, sebelumnya telah berkomitmen untuk menjadikan stabilitas perdagangan sebagai prioritas utama. 

Namun, upaya diplomasi sejauh ini berjalan lambat. Pertemuan bilateral yang direncanakan dengan Trump di sela-sela KTT G-7 pun mendadak dibatalkan setelah Trump mempersingkat kunjungannya.

Pemerintahan Lee kini menghadapi tekanan ekonomi yang semakin besar seiring risiko perlambatan yang meningkat. Produk domestik bruto Korea Selatan terkontraksi pada kuartal I/2025, dan bank sentral memangkas proyeksi pertumbuhan untuk 2025 dari 1,5% menjadi hanya 0,8%.

Dengan kontribusi ekspor yang menyumbang lebih dari 40% terhadap PDB, potensi kejutan tarif dari AS menjadi ancaman serius bagi pemulihan ekonomi Negeri Ginseng.

Sebelumnya, pemerintah mengumumkan anggaran tambahan senilai 30,5 triliun won (setara US$22,2 miliar) guna mendorong pemulihan ekonomi sekaligus meredam dampak risiko perdagangan. 

Pemerintahan Lee mewarisi ekonomi yang sudah tertekan akibat pelemahan permintaan global serta ketidakpastian politik yang berkepanjangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper