Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan belum memiliki rencana impor gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
Ketua Satgas Percepatan Peningkatan Produksi/Lifting Migas Nanang Abdul Manaf menuturkan, pemerintah masih fokus mendorong produksi dalam negeri.
"Kami lagi tidak memikirkan impor. Kami [memikirkan] bagaimana caranya memenuhi [produksi] dalam negeri," ucapnya di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (1/7/2025) sore.
Adapun, pernyataan Nanang itu merespons wacana Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menyebut impor gas bisa menjadi opsi untuk memenuhi kebutuhan gas industri. Pasalnya, harga gas di dalam negeri cukup tinggi.
Menurut Nanang, cadangan gas di dalam negeri saat ini masih melimpah, kendati pemerintah perlu melakukan penataan agar produksi dan distribusinya bisa optimal.
"Sudah cukup [pasokan gas], cuma tinggal menatanya," kata Nanang.
Dia pun menekankan bahwa impor hanya dilakukan dalam keadaan darurat. Jika keadaan darurat itu terjadi, RI bisa saja impor LNG dari pasar spot atau dari Qatar dan Amerika Serikat (AS).
"Kami lagi mengoptimalkan semuanya dipenuhi dari dalam negeri. [Impor] kalau emergency," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung terbuka terhadap opsi impor gas oleh pelaku industri. Apalagi, jika opsi itu dinilai mendesak untuk menjaga kelangsungan usaha.
"Kalau ini [gas] di dalam negeri tidak mencukupi, ini [impor] kita akan buka untuk ini kebutuhan industri," kata Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (20/6/2025).
Dia menekankan bahwa apabila industri tidak mendapatkan pasokan gas, maka akan berdampak pada aktivitas produksi. Karena itu, pemerintah melihat aspek pemanfaatan keekonomian dalam mengambil kebijakan perihal pasokan gas tersebut.
"Kalau industri tidak ada bahan baku yang berasal dari gas, ya kemudian itu juga untuk bahan bakar atau ini digunakan untuk pemakaian listrik itu tidak ada, akhirnya kan kegiatan industri nya berhenti, jadi kita akan melihat pemanfaatan ekonominya," jelas Yuliot.
Pasokan Gas Domestik Menipis
Pasokan gas domestik disebut mulai menipis dan defisit untuk beberapa tahun ke depan. Pemerintah pun mengalihkan alokasi LNG jatah ekspor untuk kebutuhan dalam negeri.
Hal ini pun diakui oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Dia menerangkan bahwa pemerintah meminta agar produk gas nasional dapat diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri.
"Tetapi kita juga harus ingat bahwa teman-teman K3S [kontraktor kontrak kerja sama] ini sebelum melakukan develop terhadap wilayah kerja mereka itu mereka sudah mencari market captive-nya dan itu kontraknya panjang," ujar Bahlil, belum lama ini.
Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menilai kondisi defisit gas yang terjadi saat ini tidak perlu saling menyalahkan, kendati dia melihat memang terdapat ketidaktelitian dari stakeholder ketika merancang permintaan dan pasokan domestik beberapa tahun terakhir.
"Maka kemudian apa yang terjadi sekarang di 2025 ada bagian yang harusnya kita ekspor untuk memenuhi kontrak dengan buyer dan bagiannya kita potong, ini semua dalam rangka mewujudkan apa menjadi program pemerintah," tuturnya.
Sementara itu, Founder & Advisor Research Institute for Mining and Energy Economics (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto mengatakan, impor LNG terbatas menjadi salah satu solusi untuk menjamin pasokan gas domestik tanpa mengorbankan volume ekspor.
“Dalam hal ini, terbatas, misal untuk BUMN, seperti PGN karena PGN dalam hal ini kan memang menguasai lebih dari 80%—90% infrastruktur dan jaringan transmisi distribusi gas bumi di Tanah Air,” kata Pri Agung.
Menurutnya, pengalihan ekspor LNG dari produksi lokal untuk kebutuhan domestik tidak selalu dapat dilakukan karena volume terbatas dan sudah terikat kontrak ekspor jangka panjang. Terlebih, jika harga domestik lebih rendah, bisa memengaruhi keekonomian pengembangan lapangan gas dan penerimaan negara.
“Ekspor agar bisa tetap jalan dengan harga pasar karena dari ekspor itu ada bagian penerimaan negara, semakin tinggi harga ekspor, penerimaan negara semakin besar juga,” ujarnya.
Apabila keran impor LNG dibuka bagi BUMN, dalam hal ini PGN, Pri melihat akan ada peluang untuk mendapatkan LNG impor dengan harga lebih murah karena pasar LNG global saat ini sedang relatif cukup dari sisi pasokan
“Ada LNG dari AS, Qatar, Malaysia, dan juga Australia yg sama-sama mencari peluang pasar di Asia Pasifik,” ujarnya.
Di sisi lain, sekalipun jika LNG impor tidak lebih murah atau harganya sama, maka dari sisi jaminan keberlanjutan pasokan bagi PGN bisa lebih baik karena tidak bergantung pada keputusan alokasi ekspor ataupun domestik dari produksi LNG nasional.
ESDM Tegaskan Impor Gas untuk Industri Belum Mendesak
Kementerian ESDM menegaskan belum memiliki rencana impor gas untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Mochammad Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

1 jam yang lalu
Rekomendasi Saham BBRI, BMRI, dan BBCA Awal Juli 2025
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
38 menit yang lalu
Skema LPG 3 Kg Satu Harga Mirip Pertamax, Berlaku Mulai 2026
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
