Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KTT BRICS Memanas, Brasil dan Afrika Selatan Tanggapi Ancaman Tarif Trump

Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengecam ancaman tarif tambahan yang disampaikan Presiden AS Donald Trump terhadap negara-negara BRICS.
Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-17 yang berlangsung di Museum Seni Modern (MAM), Rio de Janeiro, Senin (7/7/2025)/Tim Media Internal Prabowo
Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-17 yang berlangsung di Museum Seni Modern (MAM), Rio de Janeiro, Senin (7/7/2025)/Tim Media Internal Prabowo

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengecam ancaman tarif tambahan yang disampaikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap negara-negara BRICS. 

Komentar Lula menyusul pernyataan serupa dari pemimpin negara anggota BRICS lainnya, yakni Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa. Pernyataan tersebut disampaikan pada hari terakhir pertemuan tingkat tinggi kelompok beranggotakan 10 negara tersebut.

Melansir Bloomberg pada Selasa (8/7/2025) Lula menyebut Trump tidak bertanggung jawab karena menyampaikan ancaman tarif melalui media sosial. Lula juga mengajak para pemimpin dunia untuk mencari cara mengurangi ketergantungan perdagangan internasional pada dolar AS, posisi yang senada dengan aspirasi negara-negara berkembang dalam kelompok BRICS.

Menurut sumber internal, para penasihat Lula sebelumnya telah menyarankan agar sang presiden tidak merespons secara frontal untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Namun, dinamika di hari terakhir KTT mendorong suasana ke arah konfrontasi terbuka.

Sebelumnya, Ramaphosa menjadi pemimpin pertama yang secara terbuka mengkritik Trump. Dalam pernyataannya, dia menyayangkan sikap AS yang mengancam negara-negara BRICS karena dinilai menerapkan kebijakan anti-Amerika.

Ramaphosa mengatakan, ancaman Trump tersebut sangat mengecewakan. Dia menuturkan, ketika BRICS menunjukkan semangat kolektif yang positif, ada pihak lain yang justru melihatnya secara negatif dan ingin menghukum mereka yang berpartisipasi.

"Itu tidak bisa dibenarkan dan tidak seharusnya terjadi," kata Ramaphosa kepada wartawan di Rio de Janeiro, setelah menutup KTT BRICS selama dua hari. 

Ramaphosa menegaskan bahwa munculnya berbagai pusat kekuatan baru di dunia seharusnya diapresiasi, bukan dianggap sebagai ancaman.

“Tidak bisa dibenarkan jika kekuasaan dianggap sebagai pembenar. Tidak boleh ada balas dendam dari negara kuat terhadap mereka yang berusaha membawa kebaikan bagi dunia,” ujarnya.

Sebagian besar anggota BRICS tampak enggan merespons langsung ancaman tarif tambahan 10% dari Trump. Sejumlah pejabat menyebut sulit untuk memprediksi maksud pasti dari pernyataan Trump yang disampaikan lewat media sosial, apakah itu benar-benar kebijakan konkret atau hanya retorika politik. Karena itu, sikap menunggu dan melihat menjadi pendekatan yang diambil sebagian besar negara.

Namun, tensi meningkat ketika Trump mengunggah dua pernyataan di platform Truth Social, yang secara terang-terangan mengincar Brasil sebagai tuan rumah KTT, sekaligus membela musuh politik Lula, mantan Presiden Jair Bolsonaro.

Latar belakang dari ketegangan ini adalah tenggat waktu kebijakan tarif yang terus berubah, yang berpotensi berdampak pada banyak negara, termasuk peserta KTT BRICS di Rio. 

Pada akhir pekan, para pemimpin BRICS secara kolektif mengkritik kebijakan dagang AS yang dinilai menyasar Trump, meski tidak menyebut namanya secara eksplisit. Dalam deklarasi terpisah, BRICS juga mengecam serangan udara AS dan Israel terhadap Iran, anggota BRICS.

KTT BRICS yang kini mewakili 49% populasi dunia dan 39% PDB global, menghasilkan pernyataan bersama yang bertolak belakang dengan kebijakan pemerintahan Trump dalam berbagai isu mulai dari perang dan perdamaian, perdagangan, hingga tata kelola global.

Meski menyatakan keprihatinan serius atas kebijakan tarif dan lonjakan anggaran pertahanan global, serta mengutuk serangan udara terhadap Iran, pernyataan resmi BRICS tetap menghindari penyebutan langsung terhadap AS.

Namun, Trump kemudian merespons dengan ancaman untuk mengenakan tarif tambahan sebesar 10% terhadap negara mana pun yang dianggap mendukung kebijakan anti-Amerika BRICS. 

Ancaman tersebut langsung memicu tekanan di pasar finansial pada Senin pagi, dengan mata uang negara berkembang dan pasar saham melemah. Rand Afrika Selatan tercatat mengalami pelemahan terdalam di antara mata uang utama.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper