Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meski Kena Tarif 32% Trump, Kemenkeu Hitung Pertumbuhan Ekonomi Bisa Capai 5,2%-5,8%

Menurut Kemenkeu, target pertumbuhan ekonomi 2026 yang tinggi telah mempertimbangkan berbagai ketidakpastian, termasuk tarif Trump 32%.
Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Senin (17/6/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha
Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Senin (17/6/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan alias Kemenkeu memperhitungkan pertumbuhan ekonomi bisa tetap mencapai 5,2% hingga 5,8% pada tahun depan, meskipun Indonesia kena tarif Trump 32% mulai 1 Agustus 2025.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengklaim target pertumbuhan ekonomi di rentang 5,2%—5,8%, yang tercantum dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, sudah mempertimbangkan perkembangan ketidakpastian global termasuk tarif Trump.

"Persiapan kita untuk menetapkan range [rentan] mulai dari pertumbuhannya 5,2% sampai 5,8% ini semuanya adalah hasil kombinasi dari risiko yang kita pantau secara global lalu termasuk kita melihat potensi yang kita miliki," jelas Febrio di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025).

Dia mengingatkan bahwa perdagangan global tidak statis. Artinya, jika Indonesia menghadapi kendala dengan satu negara maka pelaku usaha juga akan melakukan penyesuaian.

Febrio menjelaskan langkah tersebut disebut trade diversion atau pengalihan perdagangan. Dengan demikian, jika satu negara memberikan hambatan maka pelaku usaha akan melihat peluang di negara-negara lain untuk menjadi tambahan tujuan ekspor.

"Jadi, adjustment [penyesuaian] ini yang nantinya memang untuk resiliensi. Dari sektor-sektor tertentu, pemerintah pasti akan memberikan perhatian dan ini sedang kita siapkan," ujarnya.

Di samping itu, Febrio menyatakan tim negosiasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto masih akan tetap berupaya menurunkan tarif Trump. Airlangga, sambungnya, sedang di Washington DC untuk bertemu dengan perwakilan pemerintah AS.

Dia menjelaskan jika tarif 32% bisa turun maka target pertumbuhan ekonomi pada tahun depan bisa dimaksimalkan dalam rentang yang sudah ditetapkan.

"Dengan negosiasi ini kita harapkan ada perbaikan lah, jadi ada beberapa contoh yang bisa kita lihat seperti Vietnam dan sebagainya. Kan juga ada beberapa hasil ya dari negosiasi tersebut," ungkapnya.

Lebih lanjut, mantan peneliti LPEM FEB UI itu menekankan bahwa Indonesia juga punya peluang pertumbuhan yang sumbernya dari dalam negeri. Dia mencontohkan ketahanan tangan, ketahanan energi, sektor pendidikan, dan sektor kesehatan termasuk investasi hingga hilirisasi.

Pengumuman Trump soal Tarif Impor RI

Adapun Trump mengumumkan bahwa Indonesia akan tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32% melalui surat terbuka yang diunggah di akun Truth Social @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/2025). Trump juga mengunggah surat terbuka penetapan tarif ke berbagai negara. 

Sebagai perbandingan, Thailand dikenakan tarif 36%, Kamboja 36%, Bangladesh 35%, Myanmar 40%, Laos 40%. Sementara itu, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dikenakan tarif 25%.

Untuk Indonesia, Trump menegaskan penerapan tarif ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan perdagangan yang adil antara kedua negara.

“Harap dipahami bahwa angka 32% jauh lebih sedikit dari apa yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesenjangan Defisit Perdagangan yang kita miliki dengan Negara Anda,” ujar Trump dalam surat tersebut. 

AS juga setuju untuk terus bekerja sama dengan Indonesia, meskipun memiliki defisit perdagangan yang signifikan dengan Indonesia. Trump mengundang RI untuk berpartisipasi dalam ekonomi Amerika Serikat, sebagai pasar utama dunia saat ini. 

Kendati demikian, setelah bertahun-tahun, hubungan dagang AS dengan Indonesia dinilai tak adil karena menyebabkan defisit mendalam. 

“Kami harus menjauh dari defisit perdagangan jangka panjang, dan sangat gigih, yang ditimbulkan oleh tarif Indonesia, dan Non Tarif, Kebijakan dan Hambatan Perdagangan. Sayangnya, hubungan kami jauh dari Timbal Balik,” tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper