Bisnis.com, JAKARTA — Presiden AS Donald Trump menyoroti banyaknya hambatan non-tarif atau non-tariff barrier dalam perdagangan bilateral dengan Indonesia. Pemerintah pun menegaskan bahwa agenda deregulasi sudah berjalan sebagai bagian dari reformasi struktural domestik.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menegaskan bahwa Indonesia pada dasarnya menyambut baik dorongan pengurangan hambatan non-tarif yang disuarakan AS. Menurutnya, langkah itu sejalan dengan agenda pemerintah dalam mendorong efisiensi ekonomi nasional.
“Kita melihat ada ruang untuk deregulasi yang memang merupakan kebutuhan Indonesia juga,” ujar Febrio di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (8/7/2025).
Dia menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan sejumlah deregulasi yang dirasa langsung berdampak positif terhadap perekonomian, salah satunya di sektor pupuk subsidi.
Febrio memaparkan, penyederhanaan regulasi di sektor pupuk telah memangkas birokrasi dan meningkatkan efektivitas penyaluran subsidi. Dampaknya, produksi padi pada paruh pertama 2025 melonjak lebih dari 15% dibandingkan periode sama tahun lalu.
“Deregulasi seperti ini kan kelihatan simpel, tetapi itu tentunya melibatkan banyak sekali pihak mulai dari pusat sampai daerah. Ini yang menjadi contoh kita nanti untuk terus melanjutkan di sektor-sektor yang lain,” ujarnya.
Mantan peneliti di LPEM FEB UI itu juga mengingatkan bahwa pemerintah telah mengumumkan serangkaian deregulasi baru dalam beberapa waktu terakhir, termasuk revisi sejumlah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 yang dinilai memberikan kepastian bagi pelaku usaha.
“Kita akan lanjutkan terus deregulasi seperti itu untuk mempermudah [iklim] dunia usaha,” tuturnya.
Trump Soroti Hambatan Dagang RI
Adapun, isu hambatan perdagangan non-tarif menjadi salah satu sorotan utama Trump dalam suratnya kepada Presiden Prabowo Subianto.
Trump sendiri mengumumkan bahwa Indonesia akan tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32% pada 1 Agustus 2025 melalui surat terbuka yang diunggah di akun Truth Social @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/2025). Trump juga mengunggah surat terbuka penetapan tarif ke berbagai pemimpin negara termasuk Prabowo.
Sebagai perbandingan, Thailand dikenakan tarif 36%, Kamboja 36%, Bangladesh 35%, Myanmar 40%, Laos 40%. Sementara itu, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dikenakan tarif 25%.
Untuk Indonesia, Trump menegaskan penerapan tarif ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan perdagangan yang adil antara kedua negara.
“Harap dipahami bahwa angka 32% jauh lebih sedikit dari apa yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesenjangan Defisit Perdagangan yang kita miliki dengan Negara Anda,” ujar Trump dalam surat tersebut.
AS juga setuju untuk terus bekerja sama dengan Indonesia, meskipun memiliki defisit perdagangan yang signifikan dengan Indonesia. Trump mengundang RI untuk berpartisipasi dalam ekonomi Amerika Serikat, sebagai pasar utama dunia saat ini.
Kendati demikian, setelah bertahun-tahun, hubungan dagang AS dengan Indonesia dinilai tak adil karena menyebabkan defisit mendalam.
“Kami harus menjauh dari defisit perdagangan jangka panjang, dan sangat gigih, yang ditimbulkan oleh tarif Indonesia, dan Non Tarif, Kebijakan dan Hambatan Perdagangan. Sayangnya, hubungan kami jauh dari Timbal Balik,” tuturnya.