Bisnis.com, Jakarta — Puluhan massa aksi pengemudi ojek online (ojol) dipukul mundur oleh kepolisian karena ingin merangsek masuk ke ring satu Istana Negara.
Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, para pengemudi ojek online yang berdemo juga sempat flare dan bom asap karena kecewa tidak dapat merangsek masuk mendekati Istana Negara.
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono mengatakan bahwa puluhan massa aksi tersebut hanya ingin merapat ke Istana Negara dan menemui Presiden Prabowo Subianto untuk menyampaikan keluhan secara langsung.
Igun membeberkan bahwa massa dilarang untuk mendekat ke Istana Negara, sehingga massa menjadi marah kepada kepolisian. Dia menjelaskan bahwa pihak kepolisian mulai menggeser massa aksi pengemudi ojol ke Medan Merdeka Selatan Jakarta Pusat untuk menghalau massa agar tidak mendekati Istana Negara.
"Tadinya mau di depan Istana, tapi gak boleh. Kita cuma mau mengadu ke Pak Prabowo. Kita diarahkan ke Medan Merdeka Selatan ini," tuturnya di Jakarta, Senin (21/7/2025).
Adapun driver ojek online melakukan aksi demonstrasi untuk menuntut potongan aplikasi diturunkan menjadi 10%. Adapun saat ini biaya aplikasi disebut menyentuh 50%, yang melebihi regulasi. Dalam setahun lebih dari tiga kali demo meminta hal tersebut.
Frekuensi demo yang dilakukan mitra ojek online meningkat pada tahun ini, dibandingkan dengan 2024. Igun Wicaksono mengatakan bahwa selama ini pemotongan biaya aplikasi kepada pengemudi justru melebihi regulasi, bahkan bisa mendekati 50 persen.
Menurut Igun dalam regulasi terbaru, yakni Keputusan Menteri Perhubungan 1001 Tahun 2022, seharusnya besaran potongan biaya aplikasi yang berlaku adalah 15 persen ditambah 5 persen—di mana tambahan 5 persen tersebut mestinya dikembalikan kepada pengemudi dalam bentuk insentif atau manfaat lain.
"Faktanya, sejak aturan dibuat, banyak aplikasi yang memotong hingga hampir 50 persen. Tidak ada ketegasan dari regulator sehingga potongan justru sering kali lebih dari 20 persen," ujar Igun.
Untuk itu, pihaknya menuntut agar potongan biaya aplikasi diturunkan menjadi 10 persen saja. Igun menegaskan, hal ini sudah dikaji sejak tahun 2020 secara akademik dan empiris. Ia juga menantang pihak yang menganggap potongan 20 persen sudah cukup untuk menyampaikan kajian dan data yang valid.