Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bea Keluar Batu Bara Bakal Berlaku 2026 Meski Permintaan Tengah Lesu

Pemerintah tetap pada rencana untuk mengenakan bea keluar batu bara pada tahun depan di tengah permintaan yang melemah.
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA)  di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023)./JIBI/Bisnis/Abdurachman
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023)./JIBI/Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan pengenaan bea keluar untuk ekspor emas dan batu bara berlaku mulai 2026. Langkah ini tetap diambil di tengah terpukulnya industri batu bara imbas penurunan permintaan.

Produsen batu bara di Indonesia belakangan kian tertekan oleh penurunan permintaan. Selain dari pasar ekspor, penurunan permintaan itu juga datang dari pembangkit listrik pada smelter nikel.

Penurunan permintaan emas hitam untuk pembangkit listrik pada smelter tak lepas dari penurunan produksi nikel. Hal ini lantaran industri nikel tengah mengalami kelebihan kapasitas. 

Asosiasi Penambang Batubara Indonesia (APBI) memproyeksikan permintaan batu bara untuk smelter dapat mencapai puncaknya hingga 84,2 juta ton pada 2026. Namun, permintaan itu diproyeksi turun menjadi 78,6 juta ton pada 2027.

Di satu sisi, pemerintah juga tengah mempertimbangkan pengenaan bea keluar untuk pengiriman batu bara. Hal ini dilakukan guna meningkatkan penerimaan negara.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno tak menanggapi langsung soal penurunan permintaan batu bara itu. Namun, ketika ditanya terkait apakah pemerintah bakal tetap mengenakan bea keluar di tengah kondisi saat ini, dia memastikan langkah itu tetap diambil.

Namun, dia mengungkapkan bea keluar untuk batu bara bakal dibuat secara fleksibel. Artinya, bea keluar akan dikenakan pada saat harga batu bara menyentuh level tertentu.

"Bea keluar OK [akan kami terapkan]. Kan kami ada range [harga] kan. Range tertentu pada saat harga keekonomian bagus, baru dia [batu bara] diterapkan [bea keluar]," ujar Tri di Jakarta, Rabu (30/7/2025) malam.

Tri juga mengatakan, pengenaan bea keluar berpotensi berlaku mulai 2026. Adapun, rentang harga batu bara dan emas yang dikenakan tarif bea keluar masih dibahas Ditjen Minerba bersama-sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

Asal tahu saja, usulan pengenaan bea keluar untuk emas dan batu bara muncul dalam pembahasan antara Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR RI di Panja Penerimaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. 

DPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyepakati perluasan basis penerimaan bea keluar terhadap produk emas dan batu bara di mana pengaturan teknisnya mengacu pada pengaturan Kementerian ESDM.

Smelter Nikel Tutup jadi Pukulan Bagi Pengusaha Batu Bara

Selain wacana pengenaan bea keluar, para produsen batu bara di Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan. Mereka cukup terpukul oleh penurunan permintaan dari China dan pembangkit listrik pada smelter nikel.

Penurunan permintaan itu menjadi ancaman bagi produsen batu bara di Tanah Air. Apalagi, pembangkit listrik pada smelter telah menjadi sumber permintaan batu bara Indonesia yang tumbuh paling cepat. 

Analis Senior Wood Mackenzie Manish Gupta berpendapat hal ini membuat para produsen batu bara di Indonesia memutar otak. Para pengusaha mulai mengambil langkah-langkah untuk mendiversifikasi bisnis mereka. 

Menurutnya, hal ini menjadi keniscayaan guna melindungi perusahaan dari penurunan tajam permintaan batu bara kualitas rendah hingga menengah. Apalagi, Gupta menilai belum ada sinyal untuk penambahan kapasitas pembangkit captive dari smelter nikel. 

"Kami tidak memperkirakan pertumbuhan penambahan pembangkit listrik captive dari smelter nikel akan terus berlanjut," ujarnya dikutip dari Reuters, Rabu (30/7/2025).

Industri smelter nikel di Indonesia telah mendorong kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara captive menjadi 16,6 gigawatt (GW) pada 2024. Berdasarkan data Global Energy Monitor, angka ini meningkat lebih dari 3 kali lipat dibanding 2019 yang hanya 5,5 GW. 

Namun, karena harga nikel turun akibat kelebihan kapasitas dan menurunnya impor baja tahan karat oleh China, beberapa smelter Indonesia telah menghentikan operasionalnya.

Adapun, aktivitas smelter nikel pig iron turun 9% yoy pada Juni 2025. Ini merupakan angka tertinggi dalam 2 tahun terakhir. 

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mencatat setidaknya terdapat empat smelter besar investasi dari China di wilayah Sulawesi yang menyetop sebagian atau total lini produksinya sebagai bentuk efisiensi untuk keberlanjutan usaha. 

Empat smelter yang dimaksud yaitu PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) yang mengurangi 15-20 lini produksi nikel sejak awal tahun 2024. Sepanjang tahun lalu, tercatat 28 smelter ditutup di berbagai wilayah, paling banyak dari PT GNI. 

Kemudian, PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang menghentikan beberapa lini baja nirkarat dan jalur cold rolling sejak Mei 2025. Lalu, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Konawe yang mengurangi kapasitas produksi, meski datanya tidak menyebutkan jumlah lini spesifik.

Terbaru, PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI) yang disebut telah mengurangi kapasitas agregat dan menghentikan operasional sementara sejak 15 Juli 2025. Alhasil, dikabarkan 1.200 karyawan terdampak dirumahkan.

Ekspor Emas Hitam Merosot 

Penutupan smelter membuat tekanan pada produsen batu bara memang kian berat. Namun, pukulan tak berhenti sampai di situ, pada saat yang sama ekspor batu bara Indonesia merosot. 

Tercatat, berdasarkan data Kpler, volume ekspor batu bara RI pada Juni 2025 turun 12,6% secara tahunan (year on year/yoy). Sementara itu, data pemerintah menunjukkan nilai ekspor hingga Mei turun 19,1%. 

Khusus ekspor ke China, jumlahnya malah turun lebih dalam, yakni mencapai 30% yoy pada Juni 2025. Permintaan dari Negeri Tirai Bambu ini tak lepas dari langkah China yang tengah mendorong produksi dalam negeri mereka. 

Batu bara merupakan penyumbang ekspor terbesar Indonesia, menghasilkan US$30,49 miliar pada 2024. Oleh karena itu, penurunan pendapatan dari sektor ini akan berdampak buruk terhadap perekonomian negara. Apalagi, RI masih bergantung pada komoditas batu bara.  

Penurunan permintaan batu bara tentunya berdampak pada margin perusahaan. Hal ini pun berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri batu bara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro