Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Ekonomi Semester II/2025 Ditarget 5,4%, CSIS: Gap-nya Terlalu Lebar

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,4% di semester II/2025, meski CSIS menilai target ini terlalu ambisius karena tekanan global dan lambatnya belanja fiskal.
Suasana gedung bertingkat dan perkantoran di Jakarta, Minggu (30/6/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha
Suasana gedung bertingkat dan perkantoran di Jakarta, Minggu (30/6/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% pada semester II/2025 guna mengejar target tahunan 5,2% seperti yang tercantum dalam APBN. Kendati demikian, target tersebut dinilai terlalu ambisius di tengah tekanan global dan lambatnya eksekusi belanja fiskal

Peneliti senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan menilai bahwa gap dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2025 sebesar 4,87% menuju 5,2% secara tahunan tergolong lebar. Untuk mengejar target tersebut, ekonomi harus tumbuh minimal 5,4% dalam dua kuartal terakhir tahun ini.

“Gap-nya terlalu besar. Saya berharap bisa dapet 5% aja udah lumayan ya. Kalau 5,4% supaya dapet 5,2% itu agak susah,” ujar Deni kepada Bisnis, Rabu (30/7/2025).

Dia menyebut target itu terkendala dua tekanan sekaligus yaitu dari eksternal maupun internal. Dari eksternal, Deni mencontohkan sejumlah gejolak global, mulai dari tensi geopolitik di Timur Tengah hingga dampak tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).

Menurutnya, tekanan ini berdampak signifikan terhadap kinerja ekspor nasional, baik ekspor komoditas maupun produk padat karya. Dia mengakui bahwa AS telah menurunkan tarif resiprokal tas barang asal dari 32% menjadi 19%, namun tetap dinilai belum menguntungkan.

“Kalau dilihat sepintas ini positif, tapi kalau sebelumnya [tarif hanya] 8–10%, sekarang naik jadi 19%, itu pasti akan mengurangi ekspor kita juga,” jelasnya.

Di sisi domestik, Deni menyoroti pelaksanaan realokasi anggaran pada awal tahun ini yang bertujuan untuk biaya sejumlah program unggulan Presiden Prabowo Subianto seperti makan bergizi gratis (MBG). Dia menilai strategi ini justru menahan laju stimulus fiskal ke masyarakat.

“Pemerintah menarik dana lewat pajak, tapi penyalurannya tertahan. Dana-dana yang dipotong belum jelas kapan dan bagaimana dikembalikan. Kita masih berharap pada MBG, padahal persoalan MBG bukan hanya soal disbursement [pencairan dana], tapi kesiapan institusi dan infrastruktur,” paparnya.

Deni menilai program MBG belum bisa menggantikan peran konsumsi rumah tangga yang tengah melambat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Fenomena seperti "Rojali" (rombongan jarang beli) dan "Rohana" (rombongan hanya nanya) yang sedang tren belakangan ini disebut sebagai bukti bahwa daya beli masyarakat sedang menurun.

Bercermin dari momen Libur Sekolah pada Juni-Juli 2025, stimulus musiman seperti diskon tiket pesawat dan transportasi umum lainnya yang direncanakan berlanjut pada Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) juga dinilai tidak akan cukup mendorong konsumsi masyarakat kelas menengah yang kini lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya.

Belanja Pemerintah jadi Kunci

Dengan konsumsi dan ekspor yang sulit didorong, Deni menyebut belanja pemerintah (government spending) menjadi satu-satunya jalan realistis untuk mendorong pertumbuhan dalam jangka pendek.

“Kalau belajar makro, komponen pertumbuhan itu C, I, G, dan NX. Ketika konsumsi [C] melambat dan ekspor [NX] terganggu, ya harus dorong dari G [belanja pemerintah],” ujarnya.

Dia menyarankan agar anggaran yang semula ditahan melalui efisiensi segera dikembalikan ke kementerian/lembaga ataupun pemerintah daerah. Menurutnya, penyaluran anggaran ke program-program langsung bisa menciptakan efek ganda (multiplier effect) ke sektor riil, seperti perhotelan, katering, hingga industri pendukung.

“Misalnya bikin seminar di hotel, itu ada income buat hotel, hotel belanja lagi, bayar pegawai, pegawainya belanja ke pasar, ekonomi bergerak. Mungkin bukan pengeluaran yang paling efisien, tapi dalam situasi sekarang yang kita butuh pertumbuhan cepat, itu langkah paling praktis,” jelas Deni.

Lebih jauh, dia mendorong agar stimulus diarahkan ke program yang punya dampak ganda, seperti insentif pajak bagi perusahaan yang merekrut pemuda atau perempuan, atau bagi pelaku usaha yang menyediakan pelatihan.

Dengan sisa waktu lima bulan hingga akhir tahun, pengajar di Prasetya Mulya Business School itu menyebut strategi pemulihan harus cepat dan tepat.

Adapun Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan bahwa semester II/2025 akan menjadi penentu tercapainya target pertumbuhan tahunan. Dalam paparannya, dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi harus mencapai 5,4% pada semester II/2025 agar target sepanjang tahun (full year) 5,2% bisa tercapai.

Dia memaparkan kebijakan pendorong ekonomi yang akan digenjot pada semester II/2025 yaitu konsumsi pemerintah, terutama dengan mendorong akselerasi penyerapan belanja kementerian/lembaga (K/L) dengan anggaran besar.

Apalagi, sambungnya, konsumsi pemerintah terkontraksi pada kuartal I/2025 (-1,38%) secara tahunan. Dia tidak menampik bahwa kontraksi itu akibat kebijakan efisien anggaran, namun kini Kementerian Keuangan akan membebaskan K/L untuk membelanjakan anggarannya.

“K/L kita balikin untuk mulai punya ruang untuk melakukan aktivitasnya. Nah, tapi jangan dipahami, 'Wah K/L dikasih duit, suruh belanja,' bukan gitu. Tapi intinya kita kembalikan pos-pos belanja pemerintah ini supaya tidak kontraksi seperti di periode sebelumnya,” tegasnya dalam forum Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2025 di Jakarta, Selasa (29/7/2025).

Selain itu, pemerintah akan menggenjot investasi mulai dari dorong kinerja Kawasan Ekonomi Khusus, kredit investasi padat karya, perluas program FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dari target pembangunan 220.00 menjadi 350.000 unit rumah, implementasi kredit program perumahan, hingga penyerapan program bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS).

Susiwijono juga mengungkapkan pemerintah akan mendorong konsumsi rumah tangga dan daya beli melalui optimalisasi penyerapan program padat karya tunai hingga usulan paket stimulus ekonomi sektor pariwisata jelang liburan Natal dan Tahun Baru.

"Paket stimulusnya ya masih hampir sama [dengan semester I/2025]. Ada event-event program khusus, ada PPN DTP untuk tiket, dan sebagainya," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro