Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Kikis Pengaruh China di Asia Tenggara, Ancaman Tarif jadi Jalan Masuk

AS gunakan tarif impor untuk dorong gencatan senjata Thailand-Kamboja, perkuat pengaruh di Asia Tenggara, dan saingi China.
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, dan Perdana Menteri Thailand ad interim Phumtham Wechayachai. Foto BBC
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, dan Perdana Menteri Thailand ad interim Phumtham Wechayachai. Foto BBC

Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat (AS) memanfaatkan kebijakan tarif impor untuk mendorong gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja, sekaligus memperkuat pengaruhnya di Asia Tenggara yang selama ini menjadi lingkup strategis China.

Melansir Bloomberg pada Rabu (30/7/2025), Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan Pelaksana Tugas Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai secara terbuka menyampaikan terima kasih kepada Trump usai pengumuman gencatan senjata pada Senin (28/7/2025). Kondisi ini sekaligus mengakhiri pertempuran lima hari dan menewaskan sedikitnya 42 orang.

Trump sebelumnya menggunakan senjata andalannya yakni akses pasar AS untuk menekan kedua negara agar menghentikan konflik. Presiden AS itu bahkan menyatakan di media sosial bahwa negosiasi dagang dengan kedua negara tak akan dilanjutkan selama mereka masih berperang.

China, meski turut mengirim perwakilan dalam pembicaraan, memilih peran lebih pasif tanpa ancaman ekonomi, selaras dengan pendekatannya yang menghindari intervensi langsung. Hal ini memberi ruang bagi Trump untuk mengklaim dirinya sebagai pemutus konflik.

“Trump akan menganggap ini sebagai kemenangan. Dia ingin dikenal sebagai pembawa damai,” ujar Thitinan Pongsudhirak, profesor ilmu politik di Universitas Chulalongkorn, Bangkok.

Gencatan senjata tersebut merupakan hasil rangkaian upaya diplomasi yang dimulai Sabtu pekan lalu, ketika Trump menghubungi langsung kedua pemimpin dan memberi ultimatum di media sosial. 

Thailand dan Kamboja dihadapkan pada ancaman tarif 36% mulai 1 Agustus, jauh lebih tinggi dibandingkan tarif 19% untuk Indonesia dan Filipina serta 20% untuk Vietnam.

Trump menyebut pembicaraan dagang dengan kedua negara akan kembali dilanjutkan. Di Bangkok, Phumtham menyatakan bahwa dirinya telah berbicara langsung dengan Trump dan optimistis bisa mendapatkan hasil positif. 

“Kami akan mendapatkan sesuatu yang sangat baik. Dia akan berusaha memberi sebanyak mungkin,” ujar Phumtham.

Sementara itu, Trump melalui unggahannya media sosial mengatakan dirinya bangga menjadi Presiden perdamaian.

Meski gencatan senjata dinegosiasikan oleh Malaysia selaku ketua ASEAN saat ini, laporan bentrokan kecil masih terjadi di beberapa titik meski militer kedua negara telah bertemu kembali pada Selasa.

Persaingan AS-China di Asia Tenggara

Perbedaan pendekatan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping mencerminkan visi besar dua kekuatan dunia dalam menjangkau kawasan. Trump cenderung agresif menggunakan kebijakan tarif sebagai alat tekan diplomatik, termasuk sebelumnya saat meredakan konflik India-Pakistan. Sementara itu, Xi lebih memilih pendekatan non-intervensi dan penguatan kerja sama ekonomi.

China selama ini membangun pengaruh di Asia Tenggara, khususnya di Kamboja. Melalui Belt and Road Initiative, Beijing membiayai berbagai proyek infrastruktur besar seperti bandara baru di Phnom Penh dan Siem Reap, jalan tol pertama di Kamboja, dan kanal Funan Techo senilai US$1,2 miliar yang menghubungkan kawasan industri dengan Teluk Thailand.

Namun, keputusan Trump untuk memangkas anggaran Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) membuka ruang bagi China untuk mengisi kekosongan, termasuk menggantikan dua proyek pendidikan dan gizi anak yang dibatalkan AS pada Februari lalu.

Meski memiliki hubungan dagang yang besar dengan China—lebih dari 20% dari total perdagangan masing-masing negara—Thailand dan Kamboja tetap bergantung pada ekspor ke AS. AS menjadi mitra dagang terbesar kedua, dengan porsi sekitar 13% untuk Thailand dan 19% untuk Kamboja.

Namun keduanya menikmati surplus besar dalam hubungan dagang ini. Thailand mengekspor US$44 miliar lebih banyak ke AS dibandingkan yang diimpornya, sementara Kamboja surplus sekitar US$12 miliar. Ketidakseimbangan inilah yang ingin dibalik oleh Trump, tanpa mempertimbangkan kebutuhan kedua negara terhadap pasar ekspor AS.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro