Bisnis.com, PANGKALPINANG — PT Timah Tbk. (TINS) menyampaikan operasional smelter teknologi baru, top submerge lance (TSL) Ausmelt Furnace, belum maksimal meski telah berjalan sejak 2022 lalu.
Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara menyampaikan bahwa hal tersebut dikarenakan kapasitas produksi yang cukup besar, tetapi pasokan masih cukup minim.
“Masih 30% yang dioptimalkan, makanya sisanya masih banyak sekali. Kami mau optimalkan agar sisi produksi PT Timah ini meningkat,” ungkapnya dalam pertemuan dengan media di Pangkalpinang, dikutip pada Minggu (24/8/2025).
Padahal, kapasitas produksi dari teknologi canggih Ausmelt tersebut dapat memproduksi 40.000 ton per tahun. Bahkan satu Ausmelt tersebut dapat menggantikan delapan teknologi reverb yang sudah dipakai puluhan tahun lamanya di PT Timah yang terletak di Muntok, Bangka Barat.
Untuk itu, Suhendra memandang sistem kerja sama dengan tambang mitra—sekaligus mengurangi jumlah tambang ilegal dengan penawaran kerja sama—diharapkan dapat mendorong suplai pasokan bijih timah untuk diproduksi menjadi ingot.
“Harus dioptimalkan pasokannya. Itu yang kita harapkan dari segala macam perjanjian mitra ‘Anda harus setor sekian-sekian untuk smelternya’,” tambah Suhendra.
Baca Juga
Sekaligus, lanjutnya, bahwa pihaknya memandang saat ini perjanjian dengan mitra masih cukup longgar dan ingin memperketatnya dengan ada kewajiban yang harus dipenuhi yang menjadi hak PT Timah.
Pasalnya selama ini para tambang mitra tidak diberikan target yang padahal PT Timah sendiri mengetahui volume dan potensi cadangan timah yang dapat ditambang. Suhendra menambahkan kewajiban tersebut pun akan diiringi dengan reward bagi mita yang mampu melebihi target berupa gradasi harga jasa penampangan.
Untuk diketahui, Proyek TSL Ausmelt Furnace senilai Rp1,2 triliun ini merupakan salah satu proyek strategis di BUMN Holding Industri Pertambangan atau Mining Industry Indonesia (MIND ID) yang telah mulai commisioning pada kuartal IV/2022.
TINS merupakan produsen timah kelima di dunia yang menggunakan TSL ausmelt furnace. Teknologi ini jauh telah digunakan oleh produsen timah asal Peru, Minsur pada tahun 2000 dan Yunan Tin dari China sejak 2002.
TSL ausmelt furnace mampu mengolah bijih timah kadar rendah mulai dari 40%—70% Sn dengan kapasitas produksi mencapai 40.000 ton crude tin per tahun. Lebih fleksibel ketimbang teknologi lama yang dimiliki TINS sebelumnya, yakni tanur reverberatory furnace yang hanya mampu mengolah bijih timah kadar lebih dari 70% Sn.