BISNIS.COM, JAKARTA—Pemerintah tidak melakukan lindung nilai [hedging] utang valas terhadap mata uang berdenominasi US dollar.
Robert Pakpahan, Pjs. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kemenkeu, mengatakan hedging utang valas pemerintah hanya diterapkan terhadap valas yang memilikinet exposure terhadap perubahan kurs.
Dia mengatakan meskipun sebagian besar utang valas pemerintah dalam bentuk US dollar, tidak dikenakannya mekanisme hedging ke US dollar karena Indonesia tidak memiliki net exposure terhadap mata uang ini.
Net exposure timbul jika pemerintah memiliki pinjaman dalam mata uang valas tertentu, tetapi tidak memiliki penerimaan negara dalam bentuk mata uang valas tersebut.
“Dollar memang fluktuatif [pergerakannya terhadap rupiah]. Kalau dollar naik, utang kita memang naik, tetapi kan penerimaan kita ikut naik juga, jadi tidak masalah. Penerimaan dollar kita banyak dari PNBP, a.l. royalti migas,” ujarnya, Kamis (31/5).
Robert mencontohkan mata uang yang rencananya akan dikenakan mekanisme hedging adalah Yen dan Euro. Namun, Robert mengemukakan tidak semua mata uang asing yang memiliki net exposure dikenakan mekanisme hedging karena jumlah pinjamannya yang kecil.
“Mismatch kita itu pada kebutuhan Yen. Euro juga ada, tetapi sedikit jumlahnya. Kalau [pinjaman] yang kecil-kecil lainnya mungkin tidak usah [diterapkan hedging] daripada repot-repot,” ujarnya.
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Utang per 30 April 2013, jumlah utang valas pemerintah berdenominasi Yen sebesar ¥2,5 triliun atau setara dengan US$25,57 miliar.
Posisi utang pemerintah berdenominasi Yen ini menempati posisi kedua setelah utang pemerintah berdenominasi US dollar sebesar US$52,52 miliar.
Adapun, utang pemerintah berdenominasi Euro menempati posisi ketiga dengan nilai mencapai €4,44 miliar atau setara US$5,84 miliar.