Bisnis.com, JAKARTA - Rencana kebijakan pemerintah yang akan menghapus mekanisme kuota dalam impor beberapa komoditas digantikan oleh mekanisme paritas harga dinilai sudah tepat.
Pengamat ekonomi Institut Pertanian Bogor Hermanto Siregar mengatakan jika dibandingkan dengan keduanya, mekanisme paritas harga dinilai lebih transparan dan kompetitif. Berbeda bila dibandingkan dengan mekanisme kuota yang rawan terjadinya tawar menawar.
“Mekanisme paritas harga ini sudah sahih dalam perdagangan internasional dan banyak digunakan negara lain. Terlebih, bila pemerintah juga menerapkan adanya tarif dalam importasi tersebut,” kata Hermanto kepada Bisnis, Senin (22/7/2013).
Dia menjelaskan adanya penambahan klausul tarif impor ini dimaksudkan sebagai alat yang digunakan untuk mengontrol. Jadi ketika harga sudah kembali stabil, tarif impor akan diperbesar guna mengurangi atau menghentikan pengiriman barang dari luar negeri.
Hermanto menuturkan mekanisme paritas harga ini bisa efektif menciptakan kestabilan harga. Terutama saat adanya anomali cuaca yang menyebabkan pasokan dalam negeri tidak bisa untuk mencukupi kebutuhan.
Menurutnya, mekanisme kuota yang digunakan selama ini memunculkan berbagai permasalahan. Pertama, mengenai akurasi penenjuan besaran jumlah kuota. Seringkali kuota yang ditetapkan tidak sebanding dengan kebutuhan atau ketersediaan pasokan dalam negeri.
Kedua, lanjutnya, perizinan impor yang masih belum terkoordinasi dengan baik. Selama ini importir mengeluhkan mengenai berbelitnya prosedur impor sehingga mengakibatkan keterlambatan pemenuhan pasokan dalam negeri. Alhasil, harga tetap tinggi meskipun alokasi keran impor sudah dibuka.
Menurutnya, yang ketiga mekanisme ini rawan pelanggaran. Sudah bukan rahasia lagi apabila mekanisme ini menimbulkan adanya transaksi jual beli kuota.
Hermanto mengusulkan apabila pemerintah menetapkan kebijakan ini mulai tahun depan, maka pemerintah daerah harus berupaya keras untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing produk komoditas lokal.
Dia menilai selama ini pemerintah sudah cukup dalam memberikan berbagai bentuk perlindungan seperti bea masuk, pembatasan kuota, dan subsidi. Sudah saatnya komoditas lokal bisa bersaing secara kompetitif dengan produk impor.
“Selama pelaksanaan proteksi, tidak ada upaya dari daerah untuk berbenah diri. Pemda adalah aktor yang tepat untuk menjalankan kewajiban ini karena semua uang, tanah, dan sumber daya manusia ada di daerah,” pungkasnya.