Bisnis.com, BATAM – Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) masih merasa kesulitan memonitor pemasukan material yang mengandung zat radioaktif karena sampai sekarang Indonesia baru memiliki 7 detektor di pelabuhan dan bandara.
Kepala Bapeten As Natio Lasman mengatakan Indonesia masih banyak membutuhkan detektor radioaktif di pelabuhan dan bandara.
“Indonesia baru punya 7 detektor, 4 beli sendiri dan 3 lagi dari bantuan,” ujarnya di sela kegiatan executive meeting di Kota Batam, Kepulauan Riau, Kamis (12/9/2013).
Ketujuh detektor itu, lanjutnya, saat ini antara lain dipasang di Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Bandara ngurah Rai Bali, Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Belawan Medan dan Pelabuhan Batu Ampar Batam.
Jumlah itu kontras dengan negara-negara tetangga. Malaysia saja misalnya, memiliki sekitar 64 detektor atau disebut juga RPM (Radioaktive Portal Monitor).
Karena itu, katanya, pengawasan pemasukan bahan-bahan atau material yang mengandung zat radioaktif masih sulit dilakukan dengan maksimal.
Selain memonitor dari sejumlah RPM yang ada tersebut, selama ini Bapeten hanya dapat memantaunya berdasarkan dokumen kepabeanan pemasukan barang.
Mahalnya harga RPM dinilai As Natio menjadi hambatan pengadaan fasilitas itu di Indonesia, sehingga Bapeten pun saat ini sedang berupaya mengajukan bantuan dari badan nuklir internasional, yakni IAEA (International Atomic Energy Agency).
“Kalau bisa, seluruh pelabuhan dan bandara yang ada di Indonesia terpasang RPM,” ujarnya.
Foto: Telegraph