Bisnis.com, JAKARTA - Indonesian Resources Studies (Iress) mendesak pemerintah untuk melakukan gugatan kepada PT Koba Tin, karena diduga telah menggelembungkan biaya operasi dan melakukan praktek transfer pricing selama beroperasi di Indonesia.
Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Iress, mengatakan penggelembungan biaya operasi dan transfer pricing yang dilakukan Koba Tin mengakibatkan kerugian perusahaan. Pemerintah pun harus kehilangan potensi penerimaan pajak badan dari perusahaan pemegang kontrak karya itu.
“Koba Tin lalai membayar jaminan penutupan tambang US$17 juta setelah eksploitasi, makanya pemerintah harus melakukan audit investigasi menyeluruh, termasuk menguasai asetnya, seperti smelter yang saat ini dimiliki perusahaan,” katanya melalui siaran persnya hari ini, Jumat (27/9/2013).
Marwan meyakini wilayah kerja pertambangan seluas 41.300 hektare yang sempat dikelola Koba Tin masih menyimpan cadangan timah dengan jumlah yang signifikan. Cadangan tersebut memiliki nilai ekonomis untuk dikembangkan oleh badan usaha milik negara.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan sedang melakukan kajian bersama Kejaksaan Agung untuk menggugat Koba Tin. Hal itu disebabkan, Koba Tin dianggap melakukan sejumlah pelanggaran terhadap kontrak karya yang ditandatangani sejak 1971.
“Kami sedang kaji, upaya hukum apa yang paling mungkin dilakukan kepada Koba Tin, agar mereka memenuhi kewajibannya di dalam negeri,” katanya.
Dia juga menegaskan siap menghadapi gugatan arbitrase yang akan dilakukan Malaysia Smelting Corp (MSC) Berhad yang merupakan induk perusahaan Koba Tin. Menurutnya, perpanjangan kontrak karya sepenuhnya kewenangan pemerintah, sehingga Koba Tin tidak berhak mencampurinya.