Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Logam Dasar, Produksi Terus Merosot

Pertumbuhan produksi industri logam dasar yang mencakup besi dan baja pada triwulan III/2013 hanya tumbuh 3,56% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (y-o-y).

Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan produksi industri logam dasar yang mencakup besi dan baja pada triwulan III/2013 hanya tumbuh 3,56% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (y-o-y).

Sebaliknya, jika dibandingkan dengan dengan triwulan II/2013, produksi sektor ini malah turun 3,06%.

Penurunan tersebut pertama kali terjadi sepanjang tahun ini. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan II/2013, pertumbuhan produksi melesat hingga 15,67% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2012. Sedangkan dibandingkan dengan triwulan I/2013, produksi tumbuh tipis 2,75%.

Sementara itu, pertumbuhan produksi pada triwulan I/2013 tumbuh 12,28% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2012. Sedangkan bila dibandingkan dengan produksi triwulan IV/2012, produksi tumbuh 7,03%. Pertumbuhan produksi logam dasar memang sudah merosot sejak awal 2012 lalu. Pertumbuhan produksi sektor logam dasar pada 2012 turun 8,48%, jauh dibawah kinerja 2011 yang tumbuh 16,26%.

Ketua Umum Asosiasi Pengecoran Logam Indonesia (Aplindo) Achmad Safiun mengatakan penurunan kinerja produksi industri logam dasar disebabkan pembatasan importasi bahan baku besi bekas (scrap), karena isu lingkungan yang masih terjadi hingga kini. Padahal, industri dalam negeri memiliki memiliki ketergantungan tinggi terhadap bahan baku scrap dengan persentase mencapai 70%.

 Menurutnya, pembatasan importasi bahan baku mulai terjadi sejak tahun lalu. Saat ini, semua peti kemas yang mengangkut scrap masuk dalam jalur merah di Pelabuhan. “Ketika Lebaran kemarin saja masih ada sekitar 760 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, belum lagi yang di Medan. Kami sangat merugi lantran kena denda harian yang cukup besar,” kata Safiun dihubungi Bisnis, Senin (25/11).

Dia menjelaskan, aturan dalam UU Lingkungan Hidup memang bagus, yakni melindungi dari bahan-bahan yang dianggap beracun dan berbahaya. Namun, lanjutnya, Indonesia masih memiliki limbah yang besar sehingga kebijakan tersebut belum bisa dijalankan. “Kecuali negara kita negara maju, industri dalam negeri belum bisa buat besi, jadi kami perlu bahan baku besi bekas. Mereka menganggap scrap itu berbahaya,” jelasnya.


Safiun menyebutkan dari total kebutuhan scrap nasional, hanya 30% yang dapat bisa dipenuhi dari dalam negeri. Sebagian besar sisanya masih mengandalkan pasokan impor. Masalahnya, untuk memperoleh scrap yang benar-benar bersih bisa masuk ke dalam negeri, tidaklah mudah.

Impor scrap berasal dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Singapura dan Australia. Disisi lain harga komoditas, termasuk baja mengalami tren penurunan seiring melemahnya perekonomian dunia.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, impor besi baja Indonesia mencapai US$1,5 miliar yang terdiri dari semua produk, seperti slab, scrap, billet, hingga cold rolled coild (CRC).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper