Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Cemaskan Tren Proteksionisme Perdagangan

Kinerja perdagangan Indonesia tahun ini berpotensi kembali tertekan, menyusul terungkapnya fakta bahwa para anggota World Trade Organization (WTO) terbukti meningkatkan penerapan kebijakan proteksi pada 2013 yang kemungkinan akan terus berlanjut hingga 2014.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis. com, JAKARTA—Kinerja perdagangan Indonesia tahun ini berpotensi kembali tertekan, menyusul terungkapnya fakta bahwa para anggota World Trade Organization (WTO) terbukti meningkatkan penerapan kebijakan proteksi pada 2013 yang kemungkinan akan terus berlanjut hingga 2014.

Kementerian Perdagangan, selaku otoritas perniagaan RI, memberikan respons cepat atas laporan organisasi perdagangan dunia tersebut. Serta-merta, mereka mengungkapkan kekhawatiran atas melesatnya angka kebijakan restriktif oleh mitra-mitra dagang strategis

Berdasarkan laporan dari Trade Policy Review Body WTO, tercatat adanya 407 pembentukan kebijakan restriktif baru di bidang perdagangan oleh seluruh anggota WTO pada 2013. Sayangnya, laporan tersebut menutup negara mana saja dengan kenaikan proteksi tertinggi.

Angka 407 tersebut meroket dari jumlah kebijakan restriksi sebanyak 308 yang tercatat pada 2012. Adapun, nilai opportunity loss akibat pelonjakan kebijakan restriksi perdagangan 2013 secara internasional itu setara dengan US$240 miliar.

WTO melaporkan tren manuver proteksi yang sedang merebak saat ini adalah peningkatan kebijakan di bidang sanitary and phytosanitary (SPS), dan kebijakan yang bersifat technical barrier to tade (TBT).

Termasuk di dalam 407 kebijakan baru tersebut adalah inisiasi atas 217 kebijakan antidumping dan safeguard oleh anggota WTO. Padahal, pada 2012, implementasi kebijakan antidumping dan safeguard hanya berjumlah 138 inisiatif. 

“Laporan ini menunjukkan negara-negara di dunia cenderung lebih protektif sekarang terhadap ekonomi masing-masing. Ini merupakan kecenderungan yang agak merisaukan bagi kita, yang sedang ingin mendorong ekspor ke berbagai mitra dagang,” ujar Wamen Perdagangan Bayu Krisnamurthi, ketika mengomentari laporan itu.

Dibandingkan dengan negara-negara lain, posisi Indonesia cenderung berada di level menengah. Artinya, RI bukanlah negara dengan penerapan restriksi paling tinggi, maupun paling rendah. Ini kontras dengan tudingan beberapa mitra dagang bahwa RI merupakan negara proteksionis.

Bukti bahwa Indonesia bukan negara proteksionis adalah absennya inisiasi investigasi antidumping baru sepanjang 2013, setelah menjalankan 7 inisiatif pada 2012. Adapun, inisiasi kebijakan safeguard pada 2013 berjumlah sama seperti periode sebelumnya, yaitu hanya 4 inisiatif.

Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Nurlela Nur Muhammad mengatakan inisiasi kebijakan restriksi yang dilakukan Indonesia tahun lalu mencakup kasus biodiesel, alkohol, MSG, sepeda, kertas, dan rokok.

“Itu adalah produk-produk kita yang terhambat untuk masuk ke negara lain karena regulasi yang ada di sana. Kita baru saja menang tahun lalu untuk kasus dumping udang, lalu menang TBT juga untuk kasus rokok di AS,” ujarnya.

Sekadar catatan, gangguan terhadap perdagangan internasional dapat berupa unfair trade, seperti praktik dumping dan subsidi. Di Indonesia, kedua isu tersebut ditangani oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Biasanya, bentuk respons yang ditempuh adalah melalui penerapan bea masuk antidumping (BMAD) atau bea masuk antisubsidi.

Selain itu, ada pula gangguan perdagangan kedua yang dihasilkan oleh fair trade. Dalam kasus tersebut, tidak terjadi praktik dumping atau subsidi, tetapi terjadi injury terhadap industri suatu negara akibat lonjakan impor dari mitra dagang yang jauh lebih kompetitif. Respons yang ditempuh adalah berupa kebijakan safeguard.

“Pengalaman [naiknya kebijakan restriktif] 2013 itu akan berlanjut ke 2014, sehingga kita akan menghadapi dunia yang semakin banyak regulasi yang sifatnya restriktif. Saat ini antarnegara tengah saling pantau, kalau satu negara memproteksi, lainnya akan membalas. Akhirnya, perdagangan dunia bisa macet, dan kalau macet, kita rugi karena sumber growth kita itu perdagangan,” papar Bayu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper