Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Pasif Hadapi Tren Restriksi Perdagangan Global

Pemerintah Indonesia lebih memilih untuk bersikap pasif dalam menghadapi tren peningkatan kebijakan restriksi perdagangan dunia, yang sebenarnya dapat menjadi ancaman bagi target penggenjotan ekspor nonmigas tahun ini.nn
Mendag M.Lutfi (kanan)
Mendag M.Lutfi (kanan)

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia lebih memilih untuk bersikap pasif dalam menghadapi tren peningkatan kebijakan restriksi perdagangan dunia, yang sebenarnya dapat menjadi ancaman bagi target penggenjotan ekspor nonmigas tahun ini.

Kementerian Perdagangan mengaku tengah menghitung berapa potensi kerugian yang harus ditanggung neraca perdagangan Indonesia akibat ulah proteksionis berbagai mitra dagang baik strategis maupun nontradisional.

Namun, satu hal yang pasti, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan RI tidak berada dalam posisi untuk membalas kebijakan restriksi perdagangan yang dilakukan negara lain. Padahal, dia mengungkapan RI adalah negara yang paling aktif melayangkan komplain atas fenomena tersebut di ranah World Trade Organization (WTO).

“Kita enggak mau [membalas]. Misalnya, minyak sawit kita di-black list oleh Parlemen Eropa. Lalu kita balas, ‘bagaimana kalau CPO tidak dibeli Eropa, tapi kita juga menolak beli [pesawat] Airbus. Itu kan bisa juga, tapi kita mau jaga agar itu tidak kejadian,” ujarnya di sela-sela Raker Kemendag, Rabu (12/3/2014).

Menurut Lutfi, posisi Indonesia cenderung netral, dalam arti para regulator harus mengerti mengapa negara lain menetapkan restriksi, karena Indonesia pun menginginkan produk-produknya dapat diterima di pasar asing.

Indonesia tidak dapat seenaknya membalas serangan proteksi, karena negara inii masih mengandalkan CPO dan produk hutan seperti kertas untuk bertahan dalam perdagangan internasional.

“Jadi begini, membalas itu adalah strategi juga. Jadi tidak berarti kita tidak akan membalas. Tapi ini kan bukan pertandingan tinju, yang mana orang yang meninju kita tinju balik. Kita sedang memantau,” terangnya.

Sebagaimana dilaporkan belum lama ini, Trade Policy Review Body WTO mengungkapkan sepanjang 2013 tercatat 407 pembentukan kebijakan restriktif baru, atau meroket dari angka 308 pada periode sebelumnya.

Termasuk di dalam 407 kebijakan baru tersebut adalah inisiasi atas 217 kebijakan antidumping dan safeguard oleh anggota WTO. Padahal, pada 2012, implementasi kebijakan antidumping dan safeguard hanya berjumlah 138 inisiatif.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper