Bisnis.com, BANDUNG - Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Bandung meminta Pemkab Bandung untuk segera mengeluarkan peraturan daerah (perda) mengenai perlindungan terhadap maraknya alih fungsi lahan.
Ketua KTNA Kabupaten Bandung Nono Sambas mengatakan selama ini alih fungsi lahan persawahan di kabupaten ini terbilang tinggi, terlihat secara kasat mata dengan banyak berdirinya bangunan di atas areal sawah.
"Dilihat secara visual saja alih fungsi lahan itu memang ada dan saya yakin angkanya pasti tinggi. Hal ini perlu ada pencegahan secara serius agar kebutuhan pangan bisa terjaga," katanya kepada Bisnis.com, Selasa (13/5/2014).
Menurut dia, saat ini penyusutan areal sawah di mana pengurugan tanah marak terjadi hampir di setiap kecamatan seperti Soreang, Katapang, Margahayu, Margaasih, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Ciparay, dan Majalaya.
Lebih memprihatinkan lagi, alih fungsi lahan terjadi di sawah teknis dan harus dipertahankan. Terlebih, kebutuhan akan konsumsi beras di negeri ini menunjukkan terjadinya peningkatan karena jumlah penduduk sudah lebih dari 250 juta jiwa.
"Pemerintah sendiri seringkali berteori untuk memanfaatkan teknologi, tapi pada kenyataannya masih belum maksimal untuk meningkatkan produksi gabah dalam setiap hektarenya yang tetap bertahan di angka 5,8 ton per hektare," ucapnya.
Belum lagi mayoritas petani bukan sebagai pemilik lahan kecuali penggarap. Kalau mereka masih memiliki lahan, petani dihadapkan persoalan sulitnya mendapatkan pupuk seperti jenis Urea, SP36 dan Hcl.
"Sekarang sudah mulai memasuki musim kemarau, maka bisa dipastikan petani pun akan sulit mendapatkan pasokan air karena irigasi banyak yang rusak," ucapnya.
Banyaknya, persoalan pelik yang harus dihadapi para petani tak jarang membuat mereka justru lebih memilih untuk menjual areal persawahannya karena dianggap tidak lagi menguntungkan.
"Memang pemerintah kabupaten sudah mendorong agar setiap desa mempunyai peraturan desa [perdes] tentang sawah abadi. Masalahnya, tidak semua desa karena keterbatasan SDM mampu membuat perdes. Jadi, harus ada perda tidak hanya perda RTRW saja," ujarnya. (Hedi Ardia/Adi Ginanjar)